SEMAKIN AKU MMIKIRNYA SEMAKIN KEBINGUNGAN DIRIKU TUK MELAKUKAN
TRUS SEKARANG APA YANG HARUS AKU LAKUKAN MULAIDARIMAN
HAKIKAT PEKERJAAN MANAJERIAL
Kepemimpinan adalah tuntutan peranan yang penting bagi para manager dan alasan utama akan adanya pekerjaan manajerial.
POLA-POLA AKTIVITAS KHAS DALAM PEKERJAAN MANAJERIAL
Para peneliti menggunakan metode deskriptif seperti observasi langsung, laporan dan wawancara. Para peneliti berusaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan seperti berapa banyak waktu yang digunakan manajer bagi dirinya sendiri atau berinteraksi dengan berbagai macam orang (seperti bawahan, rekan sejawat, atasan dan orang luar), seberapa sering manajer menggunakan bentuk interaksi itu berlansung dan siapa yang memulainya.
Langkah Pekerjaan Adalah Cepat dan Selalu Meningkat
Penelitian tentang aktivitas menajerial ternyata berlawanan dengan konsepsi umum manajer sebagai orang yang secara cermat membuat perencanaan dan menyusun kegiatan kemudian duduk dikantornya sambil menunggu terjadinya pengecualian atas operasi normal yang membutuhkan perhatian mereka.
Isi Pekerjaan Bervariasi dan Terfragmentasi
Kegiatan manajer cenderung terfragmentasi disamping juga bervariasi. Interupsi seringkali terjadi, pembicaraan terpatah-patah, dan kegiatan penting diselingi dengan yang tidak penting, yang membutuhkan perubahaan perasaan secara cepat. Manajer dapat melakukan aktivitas yang berkisar dari pertemuan mengenai anggaran yang menyangkut keputusan tentang penggunaan berjuta-juta dolar sampai diskusi mengenai cara memperbaiki kran ledeng (Sales, 1979).
Banyak Aktivitas Bersifat Reaktif
Aktivitas manajerial yang bersifat terfragmentasi mencerminkan fakta bahwa banyak interaksi diprakarsai oleh orang lain dan banyak perilaku manajer yang sifatnya reaktif bukannya proaktif. Stereotipe umum para manajer adalah bahwa mereka menggunakan sebagian sebagian besar waktunya untuk melakukan analisis cermat terhadap masalah bisnis dan mengembangkan rencana-rencana yang rumit untuk menanganinya.
Aktivitas-aktivitas yang terfragmentasi dan tuntutan hebat yang terus menerus yang mencirikan pekerjaan manajerial membuat para manajer sukar untuk mempunyai waktu yang panjang, tanpa interupsi, yang dibutuhkan untuk jenis kegiatan yang demikian. Perencanaan reflektif serta aktivitas lainnya yang membutuhkan waktu yang lama, seperti misalnya membangun tim dan melatih keterampilan kompleks kepada para bawahan, biasanya didahului oleh kegiatan.
Disamping itu, para manajer itu sendiri biasanya menekankan aspek aktif pekerjaan mereka, dan bahkan selama interaksi lisan, mereka cenderung berfokus pada masalah yang spesifik yang harus segera ditangani bukannya persoalan umum atau strategi jangka panjang.
Masalah terjadi secara sangat tidak teratur, dan manajer memilih memberikan rekasi terhadap masalah ketika berhadapan dengannya, sementara yang lain akan diabaikan atau ditunda. Pentingnya sebuah masalah menjadi penentu apakah masalah itu akan dipahami dan ditangani, tetapi sering tidak jelas hingga sejauh mana sebenarnya suatu masalah dianggap penting.
Manajer akan cenderung untuk mengabaikan atau menunda penyelesaian suatu masalah bila tidak ada tekanan eksternal untuk menyelesaikannya, masalah yang dihadapi tidak jelas dan sulit untuk didiagnosa, masalah yang menjadi tanggung jawab manager lain atau sub unit lainnya, dan masalah yang tidak dapat diselesaikan tanpa tambahan sumber daya atau dukungan yang sulit atau tidak mungkin diperoleh.
Interaksi Sering Melibatkan Rekan Sejawat dan Orang Luar
Timbulnya interaksi lateral dan eksternal yang tinggi dapat dijelaskan berdasarkan kebutuhan manajer akan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang kompleks dan tidak pasti yang mempengaruhi operasi subunit organisasinya, dan ketergantungan manajer terhadap kerja sama dan bantuan dari banyak orang di luar rantai komando yang langsung (Kotter, 1982).
Hubungan yang telah lama dibangun harus dijaga dan yang baru dibangun dengan orang-orang yang kemudian menduduki posisi kunci, saat terjadi perubahan dalam organisasi, dan saat lingkungan eksternal berubah.
Banyak Interaksi Melibatkan Komunikasi Lisan
Para manajer memperlihatkan pilihan yang kuat terhadap penggunaan media komunikasi lisan seperti telepon dan pertemuan. Penelitian mengenai kegiatan manajerial menemukan bahwa para manajer tingkat rendah dan menengah menggunakan 27 hingga 82 persen waktu mereka dalam bentuk komunikasi lisan, dan angka tersebut sebesar 65 hingga 75 persen bagi para manajer tingkat tinggi.
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa kebanyakan dari komunikasi lisan oleh manajer tersebut menyangkut pertukaran informasi dan usaha-usaha untuk mempengaruhi orang. Para manajer cenderung lebih menyukai informasi terkini daripada informasi yang sudah lama, dan informasi terkini tersebut biasanya diperoleh dari kontak-kontak tatap muka dengan mereka yang mempunyai akses terhadap informasi tersebut, termasuk banyak orang yang berada diluar subunit organisasi manajer itu.
Komunikasi lisan memungkinkan efek kata-kata diperkuat olen intonasi, gerakan, dan komunikasi non-verbal lainnya. Interaksi tatap muka membantu usaha mempengaruhi dan memberikan kesempatan untuk memperoleh umpan balik yang segera tentang efektivitasnya. Penelitian deskriptif menemukan bahwa interaksi lisan dari seorang manajer secara mengherankan cenderung mencakup sejumlah kata untuk memperolok, membuat lelucon, dan mendiskusikan subyek yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Aktivitas sosialisasi dan bisik-bisik tersebut memungkinkan membantu para manajer membangun dan mempertahankan hubungan yang efektif dalam jaringan kerja yang luas dengan orang-orang dibutuhkan bantuan dan dukungannya.
Proses Pengambilan Keputusan Adalah Tidak Teratur dan Bersifat Politis
Banyak dari keputusan tentang manajemen menjelaskan pengambilan keputusan sebagai peritiwa khusus yang dibuat oleh manajer atau sebuah kelompok saja, dengan suatu cara yang teratur dan rasional. Seringkali mereka tidak mampu mengingat kembali kapan sebuah keputusan akhirnya dicapai. Beberapa keputusan penting berupa hasil dari banyak tindakan kecil atau pilihan sedikit demi sedikit yang diambil tanpa memperhatikan persoalan strategis yang lebih luas.
Proses-proses pengambilan keputusan kemungkinan akan dicirikan oleh lebih banyak kebingungan, kekacauan, dan emosi daripada rasionalitas. Bukannya analisis yang hati-hati mengenai hasil yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan tujuan yang ditentukan lebih dahulu, informasi sering diubah atau ditekan dengan tujuan supaya sesuai dengan konsep semula (pre-conception) tentang tindakan yang terbaik atau yang dapat memenuhi kepentingan pribadi atas pilihan tertentu.
Keputusan penting dalam organisasi secara umum membutuhkan dukungan dan kewenangan dari berbagai orang yang berada pada tingkat manajemen yang berbeda di berbagai subunit organisasi tersebut. Orang yang memprakarsai proses pengambilan keputusan dapat saja bukan orang yang membuat pilihan terakhir di antara alternatif-alternatif tindakan.
Berbagai orang yang tersangkut dalam pengambilan keputusan sering tidak sependapat mengenai sifat masalah yang sebenarnya dan kemungkinan hasil dari berbagai solusi, yang disebabkan oleh perspektif, asumsi, serta nilai yang berbeda-beda, dari para manajer yang berasal dari spesialisasi fungsional dan latar belakang yang berbeda pula. Proses pengambilan keputusan yang sangat politis yang bertele-tele kemungkinan akan terjadi bila keputusan tersebut menyangkut masalah yang penting dan kompleks yang tidak langsung tersedia pemecahan yang baik, terdapat banyak kelompok yang terkena dengan kepentingan yang saling bertentangan, dan tersebarnya kekuasaan ke kelompok-kelompok tersebut. Proses pengambilan keputusan tersebut dapat bertele-tele sampai beberapa bulan atau beberapa tahun lamanya akibat penundaan serta interupsi karena saran dibelokkan oleh para penentang, didahului oleh krisis, atau dikembalikan kepada para pemrakarsa untuk diperbaiki, yaitu perlu disesuaikan dengan keinginan para manajer yang dibutuhkan bantuan.
Keputusan yang menyangkut perubahan besar pada strategi organsasi atau politik, kebanyakan hasilnya akan tergantung pada keterampilan mempengaruhi dan ketekunan para individu manajer yang ingin memprakarsai perubahan dan pada kekuasaan relatif dari berbagai koalisi yang tersangkut dalam membuat atau memberi wewenang untuk membuat keputusan tersebut.
Tidak semua keputusan memerlukan perubahan besar atau proses politis yang bertele-tele. Meskipun para manajer jarang terlihat mampu membuat keputusan penting pada suatu saat tertentu, mereka sebenarnya membuat banyak keputusan yang kurang penting dalam proses pemecahan masalah operasional, membuat rencana kerja, memberi kewenangan menggunakan dana untuk pembelian alat tulis kantor atau peralatan, dan menyetujui kenaikan upah. Keputusan tersebut seringkali menyangkut masalah yang telah tersedia solusinya yang dibuat dengan resiko rendah, manajer tersebut mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan, dengan hanya sedikit orang penting yang akan terpengaruh oleh keputusan tersebut, hanya terdapat sedikit konflik mengenai tujuan atau solusi, dan ada tekanan untuk membuat keputusan yang cepat karena adanya tenggat waktu atau krisis.
Kebanyakan Perencanaan Adalah Tidak Formal dan Adaptif
Perencanaan seringkali dijelaskan dalam kepustakaan manajerial utama sebagai proses formal penulisan tujuan, strategi, kebijakan dan anggaran, yang menurut kebawah dari manajemen puncak mengikuti hirarki, dengan versi yang makin terinci pada tiap tingkatan manajemen yang lebih rendah. Studi-studi deskriptif menemukan bahwa beberapa perencanaan memang terjadi, namun biasanya tidak formal dan implisit.
Para manajer menggunakan sejumlah teknik mempengaruhi selama interaksi sehari-hari mereka dengan orang-orang lain untuk memobilisasi dukungan dan menciptakan peristiwa-peristiwa.
Dalam studi mengenai eksekutif tingkat tinggi, Quinn (1980), menemukan bahwa kebanyakan dari keputusan strategis penting dibuat diluar proses perencanaan formal dan strategi dirumuskan dengan cara sedikit demi sedikit, fleksibel dan intuitif.
Strategi diperhalus dan di implementasikan secara simultan dengan cara yang hati-hati sedikit demi sedikit yang mencerminkan kebutuhan untuk mengembangkan koalisi politis guna mendukung strategi dan juga untuk menghindari resiko dari komitmen awal terhadap tindakan tertentu yang tidak dapat ditarik kembali.
Kandungan Pekerjaan Manajerial
Penelitian deskriptif awal mengenai pekerjaan manajerial terutama membahas penyediaan deskripsi mengenai pola-pola kegiatan. Lalu fokus penelitian deskriptif telah berpindah ke penggolongan kandungan kegiatan-kegiatan manajerial berdasar tujuannya. Penelitian tersebut adalah menetapkan kategori perilaku yang mana yang memiliki arti, kas, dan relevan untuk menggolongkan aktivitas para manajer yang terlihat.
Penelitian Tentang Uraian Tugas (Job Description)
Penelitian uraian tugas berusaha mengidentifikasi persyaratan perilaku untuk mencapai kinerja yang efektif atas pekerjaan manajerial. Persyaratan perilaku didefinisikan berdasar tanggung jawab dan tugas penting yang harus dilaksanakan, tanpa memperhatikan siapa yang memegang posisi. Penelitian awal mengenai uraian tugas bagi para eksekutif telah dilakukan oleh Hemphill. Program penelitian yang luas untuk menyusun kuesioner yang berguna untuk menjelaskan pekerjaan manajerial dan untuk menetapkan tingkat gaji yang cocok dimulai pada Control Data Corporation Tahun 1974.
Peran – peran Manajerial dari Mintzberg
Mintzberg (1973) lebih menggunakan pengamatan bukunya survey untuk mempelajari lebih lanjut kandungan aktivitas manajerial. Ia telah menyusun taksonomi menengenai peran manajerial yang digunakan untuk pengkodean kandungan aktivitas yang diamati dalam studi mengenai para eksekutif. Peran manajerial berlaku bagi tiap manajer namun kepentingan relatifnya dapat berbeda – beda bagi manajer tertentu dengan manajer lainnya. Peran manajer ditetapkan lebih dahulu oleh sifat dari posisi manajerial tersebut, namun para manajer mempunyai beberapa fleksibelitas mengenai cara masing-masing peran tersebut diinterprestasikan dan diterapkan. Masing-masing peran akan dijelaskan secara singkat.
1. Peran Proforma pemimpin ( Figurehead Role ). Sebagai konsekuensi dalam kewenangan formal mereka sebagai kepala organisasi atau salah satu subunitnya, para manajer diharuskan untuk melakukan tugas simbolis tertentu yang bersfat legal dan sosial. Manajer tersebut harus berpartisipasi dalam kegiatan tersebut meskipun kegiatan itu hanya mempunyai kepentingan yang marjinal saja bagi pekerjaan mengelola.
2. Peran sebagai pemimpin. Para manajer bertanggung jawab agar sub unit organisasinya berfungsi sebagai kesatuan yang terintegrasi guna mengejar tujuan dasarnya.
3. Peran sebagai penghubung. Peran sebagai penghubung yang mencakup perilaku yang bertujuan untuk menetapkan dan mempertahankan jaringan hubungan dengan para individu dan kelompok diluar unit organisasi manajer itu.
4. Peran sebagai pemantau. Para manajer berkelanjutan mencari imformasi dari sejumlah sumber, seperti membaca laporan dan memo, hadir dalam pertemuan dan pengarahan dan melakukan perjalanan pengamatan.
5. Peran sebagai Disseminator (pembagi informasi). Para manajer mempunyai akses khusus ke sumber informasi yang tidak tersedia bagi para bawahan.
6. Peran sebagai Juru Bicara. Para manajer juga diharuskan untuk menentukan informasi dan memberikan pernyataan tentang nilai kepada pihak yang berada diluar subunit organisasi mereka.
7. Peran sebagai wirausahawan. Manajer sebuah organisasi atau subunitnya bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang perubahan yang terkendali untuk memanfaatkan peluang dalam memperbaiki situasi yang ada sekarang
8. Peran sebagai Orang yang Menangani Kekacauan/ Gangguan. Dalam peran ini, manajer menangani krisis yang mendadak yang tidak dapat diabaikan, yang berbeda dengan masalah yang dipecahkan secara sukarela oleh manajer tersebut guna memanfaatkan peluang (peran wirausahawan).
9. Peran sebagai Pengalokasi Sumber Daya. Para manajer menggunakan kekuasaan mereka untuk mengalokasikan sumber daya seperti uang, personalia, material, peralatan, fasiltas, dan jasa.
10. Peran sebagai Perunding. Perundingan apapun yang membutuhkan komitmen yang subtansial mengenai sumber daya akan terbantu oleh kehadiran manajer yang mempunyai kekuasaan untuk membuat komitmen tersebut.
Konflik Peran
Berbagai orang (“ role senders”) dalam sebuah organisasi menggunakan tekanan terhadap manajer agar menyesuaikan diri dengan keyakinan mereka tentang cara yang baik dibutuhkan dan dibutuhkan untuk berperilaku. Pada saat tertentu, berbagai orang membuat permintaan yang tidak tepat pada para manajer, sehingga menciptakan konflik peran. Para manajer sering mengalami dirinya diserang oleh permintaan yang saling bertentangan dari para atasan dan bawahannnya. Konflik tersebut dapat menyangkut ke tidak setujuan mengenai prioritas relatif dari dua peran, atau mengenai cara menjalankan peran tertentu. Dalam usaha mendamaikan peran yang saling bertentangan, manajer kemungkinan akan lebih responsif terhadap harapan dari para atasan, karena para atasan tersebut mempunyai kekuasaan yang lebih banyak terhadap manajer dari pada parabawahan.
Selain harapan mengenai peran orang lain, persepsi pemimpin mengenai tuntutan peran akan tergantung pada sifat tugasnya. Harapan mengenai peran para bawahan atau atasan tidak konsisten dengan tuntutan tugas yang objektif, khususnya jika sifat tugas atau lingkungan eksternalnya telah berubah sedangkan norma serta kepercayaan mengenai perilaku pemimpin yang baik masih tetap sama.
TEORI TENTANG TUNTUTAN, KENDALA, DAN PEMILIHAN
Sebuah manajerial dari Mintezberg menjelaskan jenis manajerial yang dituntut yang umum bagi kebanyakan posisi manajerial dan administratif. Tetapi, penelitian deskriptif menunjukkan bahwa para manajer juga mempunyai tuntutan peran unik yang spesifik bagi jenis posisi manajerial tertentu dalam organisasi tertentu.
Konponen Inti dari Model
Permintaan, kendala, dan pilihan membentuk sifat pekerjaan dan amat mempengaruhi perilaku sifat para manajer.
Tuntutan (Demands) adalah apa yang harus dilakukan orang yang memegang pekerjaan dan jika tidak melakukannya ia akan berisiko menerima sanksi atau kehilangan posisi. Akibatnya, tuntutan adalah harapan mengenai peran dari orang yang mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk memperoleh kepatuhan. Tuntutan mencakup standar, tujuan dan tenggang waktu bagi pekerjaan yang harus dipenuhi, dan prosedur birokratis yang tidak dapat diabaikan atau didelegasikan , seperti menyiapkan anggaran dan laporan, mengikuti pertemuan tertentu, memberi wewenang untuk melakukan pembayaran, menandatangani dokumen, dan melakukan penilaian kinerja.
Kendala (containts) adalah karakteristik organisasi dan lingkungan eksternal yang membatasi apa yang dapat dilakukan oleh manajer. Termasuk didalamnya adalah peraturan yang birokratis, kebijakan , dan peraturamn yang harus di awasi, serta kendala hukum seperti UU Perburuhan, peraturan tentang lingkungan, peraturan tentang jaminan keamanan, peraturan tentang keselamatan kerja. Jenis kendala lain menyangkut kebereadaan sumber daya, seperti fasilitas, peralatan , pembiayaan sesuai angggaran, persediaan, karyawan dan peralatan pendukung. Teknologi yang digunakan untuk melakukan pekerjaan menghambat pilihan tentang cara pekerjaan tersebut akan dilakukan.
Pemilihan (Choices) adalah kegiatan yang dapat dilakukan oleh manajer namun tidak diharuskan untuk mengerjakannya, pemilihan peluang yang tersedia bagi para seorang pada jenis posisi manajerial tertentu untuk menerapkan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Tuntutan dan kendala membatasi pilihan dalam jangka pendek, namun dalam jagka panjang manajer mempunyai beberapa peluang untuk memodifikasi tuntutan dan untuk menghindari kendala, dan dengan demikian dapat memperluas pilihan.
Deteminan Berdasarkan Situasi
Terdapat perbedaan pola tuntutan, kendala, dan pemilihan bagi berbagai jenis pekerjaan manajerial, tergantung pada aspek situasi seperti pola hubungan, pola kerja, dan jumlah keterpaparan
.
Pola Hubungan. Tuntutan yang dibuat bagi manajer oleh para atasan, bawahan, rekan sejawat, dan orang yang berada diluar organisasi mempengaruhi cara manajer tersebut menggunakan waktu dan banyaknya keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan tentang peran. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk berhubungan dengan para atasan jika manajer sangat bergantung pada atasan tersebut untuk memperoleh sumber daya atau tugas kerja, dan mereka membuat tuntutan yang tidak dapat diprediksikan.
Sejauh mana para bawahan, rekan sejawat, dan atasan yang membuat tuntutan yang saling bertentangan terhadap manajer akan menentukan berapa banyak konflik peran yang akan dialami dan hal ini jelas mempunyai implikasi terhadap kesukaran untuk memuaskan berbagai tuntutan tersebut.
Pola Kerja. Stewart menemukan bahwa pola persyaratan dan tuntutan peran akan mempengaruhi perilaku manajerial, dan pola perilaku yang agak berbeda akan terkait dengan jenis pekerjaan manajerial berbeda pula. Faktor berikut berguna untuk menggolongkan pekerjaan manajerial :
1. Sejauh mana kegiatan manajerial itu terbangun sendriri (self-generating) atau merupakan tanggapan atas tuntutan, instruksi, dan masalah dari orang lain.
2. Sejauh mana pekerjaan tersebut berulang bukannya bervariasi dan unik
3. Jumlah ketidak pastian dalam pekerjaan
4. Sejauh mana kegiatan manajerial membutuhkan perhatian yang terus menerus untuk jangka waktu yang lama
5. Jumlah tekanan untuk memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan.
Keterpaparan. Aspek lain dari pekerjaan manajerial yang menentukan perilaku dan keterampilan apa yang dibutuhkan disebut keterpaparan ( exposure ). Keterpaparan adalah jumlah tanggung jawab untuk memenuhi keputusan
Penelitian Terhadap Determinan Siotuasi
Perspektif Stewart yang luas tentang tuntutan dan kendala tidak tercermin dalam sebagian besar riset tentang determinan situasional dari perilaku kepemimpinan. Walaupun riset tidak sistematis kendati demikian risat sendiri memberikan wawasan yang berguna mengenai cara aktivitas manajerial,ukuran subunit, dan tahapan daur hiduporganisasi.
Tingkatkan manajemen
Para menejer dari tingkatan yang lebih tinggi biasanya lebih memperhatikan penggunaan kekuasaan yang luas dalam membuat rencana jangka panjang,merumuskan kebijakan, memodifikasi struktur organisasi dan memperkasai cara-cara baru untuk melakukan kegiatan.
Manajer yang berada pada tingkatan yang tinggi dalam hararki otoritas organisasi biasanya memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam membuat keputusan yang penting, yang mencakup tujuan organisasi, perencanaan strategi untuk mencapai tujuan, penentuan kebijakan umum, rancangan kebijakan umum, rancangan struktur organisasi, dan alokasi sumberdaya.
Blankenship dan miles (1968) menemukan bahwa mana manager tingkat lebih rendah mempunyai kebijaksanaan yang lebih sedikit, diminta untuk lebih sering berkonsultasi dengan atasan sebelum mengambil tindakan mengenai keputusan, dan jarang membuat pilihan mengenai keputusan akhir.
Para manager tingkat lebih rendah cenderung lebih memperhatikan masalah teknis, staffing (seleksi personalia dan pelatihan ), merencanakan pekerjaan, dan membantu kinerja para bawahan. Jumlah aktifitas perhari lebih besar bagi para menager tingkat lebih rendah, dan waktu yang di habiskan oleh setiap aktifitas cenderung untuk lebih sedikit (kurke & Aldrich 1973 thomason, 1967 walker,guest, turner,1956)
Besarnya unit organisasi
Implikasi dari besarnya unit kerja atau “rentang kendali” (span of control)” bagi prilaku pemimipin telah di selidiki dalam berbagai jenis penelitian, dari study mengenai kelompok kecil hingga study atas para chief executives, kotter (1982) telah mempelajari para general manager dan menyimpulkan bahwa para manager sub unit organisasi yang lebih besar mempunyai pekerjaan yang lebih menuntut dibandingkan dengan para manager unit yang lebih kecil. Keputusan lebih sukar karena volume masalah dan kegiatan yang luar biasa banyaknya serta kurangnya pengetahuan yang terinci yang mungkin dipunyai manager. Karena unit yang lebih besar kemungkinan akan mempunyai struktur yang lebih birokratis, para manager harus menghadapi banyak lebih banyak kendala (misalnya peraturan, produser, standar, serta otorisasi yang dibutuhkan). Konsisten dengan analisis tersebut, kotter menemukan bahwa para general manager dalam unit organisasi yang lebih besar mempunyai jaringan kerja yang lebih luas dan mengikuti lebih banyak pertemuan yang direncanakan.
Jika manager mempunyai banyak bawahan, akan lebih sukar mengumpulkan mereka semua untuk menghadiri pertemuan, atau untuk konsultasi secara pribadi dengan setiap orang itu.jadi, para pemimpin cenderung lebih sedikit menggunakan kepemimpinan partisipatif atau membatasinya “komite eksekutif” atau kebeberapa orang “letnan” yang dipercayai saja. Heller dan yaki (1969) menemukan bahwa pada saat rentang kembali meningkat, para manager dari tingkat yang lebih tinggi membuat keputusan yang otokratis, namun mereka juga lebih banyak menggunakan pendelegasian. Kedua gaya pengambilan keputusan tersebut memungkinkan manager yang tanggung jawabnya overloaded mengurangi jumlah waktu yang di butuhkan untuk membuat keputusan. Para manager dari tingkat yang lebih rendah dalam study tersebut juga membuat lebih banyak keputusan yang otokratis pada saat rentangnya bertambah, namun mereka tidak menggunakan lebih banyak pendegelasian, mungkin karena pendegelasian kurangfeasible (layak) bagi mereka. Blankenship dan miles (1968) menemukan bahwa dengan meningkatnya rentang kendali, para managaer lebih banyak menyadarkan diri pada para bawahan untuk memperkrasai tindakan keputusan, dan kecenderungan tersebut lebih ditekankan bagi para manager tingkat atas dari pada bagi para manager tingkat bawah.
Pada saat besarnya kelompok tersebut meningkat, demikian pula beban kerja administratifnya. Para manager membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk melakukan hal-hal seperti membuat rencana, melakukan koordinasi, menyusun staf, dan membuat anggaran (cohen & march, 1974 hemphill 1950 katzell et al 1968). Peningkatan persyaratan koordinasi diperbesar jika para bawahan mempunyai tugas.
Yang sangat tidak pasti dan sangata saling tergantung. Terkadang bagian dari beban administrative yang meningkat dapat di delegasikan kepemimpin kedua, kekomite pengkoordinasian yang terdiri dari para bawahan, atau kepara spesialis pengkoordinasia yang baru yang yang bekerja sebagai asisten staf. Namun dalam banyak kasus, pemimpin tersebut diharapkan untuk menerima tanggung jawab untuk member arah dan mengintegrasikan kegiatan kelompok.
Para nabager dari kelompok yang besar memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk berinteraksi dengan masing-masing bawahan dan memelihara hubungan antara pribadi yang efektif dengan mereka (ford,1981), tersedia waktu yang lebih sedikit untuk memberikan dukungan, dorongan dan pengakuan terhadap setiap bawahan (goodstadt & kipnis 1970). Masalah mengenai bawahan cenderung akan ditangani dengan cara yang lebih normal dan netral dan para manager akan lebih cenderung (kipnis & koseptino 1969 kpnis dan lane 1962). Jika bawahan mempunyai masalah kinerja, pemimpin lebih kecil kecenderungannya akan memberikan intruksi dan pembimbingan secara perorangan.
Pada saat kelompok tumbuh menjadi lebih besar, kemungkinan akan tumbuh klik-klik dan golongan. Sub-kelompok tersebut sering bersaing untuk memperoleh kekuasaan dan sumber daya alam, menciptakan konflik dan mengancam solidaritas kerjasama tim. Jadi, pemimpin kelompok besar membutuhkan lebih banyak waktu untuk membangun identifikasi kelompok, mengembangkan kerja sama, dan mengelola konflik. Namun, tekanan untuk melakukan lebih banyak kegiatan administrative dalam kelompok besar dapat menyebabkan pemimpin tersebut mengabaikan kegiatan untuk mempertahankan kelompok hingga masalah serius timbul.
Interdepedensi lateral
Sejauh mana sejauh sub unit seseorang pemimpin tergantung pada sub unit lainnya dalam organisasi yang sama(“indepedensi lateral”) atau pada kelompok eksternal akan cukup bvanyak mempengaruhi prilaku pemimpin. Pada saat interpredensi dengan subunit lainnya meningkat. Koordinasi semakin menjadi penting namun juga menjadi lebih sukar bagi manager subunit untuk bersama-sama menyesuaikan rencana jadwal serta aktivitas (galbraith 1973 mintzberg 1979). Interdepedensi lateral merupakan ancaman bagi subunit tersebut karena kagiatan rutin harus lebih sering dimodifikasi agar dapat memenuhi kebutuhan subunit lainnya , yang mengakibatkan hilangnya otonomi dan stabilitas (hunt & Osborn 1982 sayles 1979). Penelitian mengenai pola kegiatan para manager menemukan bahwa hasilnya konsisten dengan gambaran tersebut. Saat interdependesi lateral meningkat, kegiatan eksternal pemimpin menjadi lebih penting, para manager lebih banyak menggunakan waktunya dalam interaksi lateral, dan merasa membangun hubungan kerja dengan kontak-kontak dibagian lain dari organisasi (hammer &turk 1987 kaplan 1986 kotter 1982 michael & yuki 1993,stewart 19676,1976, walker, mguest & ,turner 1956 yanouzas 1964 ).
Papra pemimpin dalam hubungan lateral meliputi fungsi-fungsi seperti mengumpulkan informasi dari subunit lainnya, memperoleh bantuan dan kerjasama dari mereka, melakukan negosiasi untuk memperoleh persetujuan, mencapai keputusan bersama untuk mengkoordinasi kegiatan unit, mempertahankan kepentingan unit, memperomosikan citra yang menguntungkan bagi unit, dan bertindak sebagai juru bicara bagi para bawahan. Sejauh mana pemimpin menekankan masing-masing kegiatan tersebut tergantaung pada sifat hubungan laeral tersebut. Misalnya, jika sebuah unit memberikan pelayanan berdasarkan permintaan kepada unit lainnya, perhatian utama pemimpin tersebut adalah bertindak sebagai penahan bagi para bawahan terhadap permintaan dari luar itu. (sayles 1979).
Pada saat pemimpin tersebut berusaha untuk mempertemukan permintaan dari atas dan dari bawah, penting juga untuk membuat kompromi dalam usaha mencapai persetujuan dengan unit lainnya, para bawan mengharapkan pemimpin tersebut akan mewakili kepentingan mereka, namun tidak mungkin mempertahankan hubungan kerja yang efektif dengan manager subunit lainnya. kecuali pemimpin tersebut juga tanggap terhadap kpemimpin mereka. Salancik et al(1975) telah melakukan study mengenai para manager dalam sebuah perusahaan asuransi untuk meneliti konflik peran yang demikian. Ia menemukan bahwa untuk mempertahankan usaha kerjasama, para manager yang mempunyai kegiatan kerja yang saling terkait cenderung untuk menjadi lebih tanggap terhadap kebutuhan masing-masing. Semakin banyak jumlah teman kerja dengan siapa seorang manager harus berhubungan secara teratur, semakin sedikit tanggapan managaer tersebut terhadap keinginan bawahan.
Situasi krisis
Jika sebuah kelompok mengalami tekanan yang kuat untuk melaksanakan tugas yang sulit atau untuk dapat bertahan dengan lingkungan yang jbermusuhan.
Situasi krisis
Jika sebuah kelompok mengalami tekanan yang kuat melaksanakan tugas yang sulit atau untuk dapat bertahan dalam lingkungan yang bermusuhan, harapan peran bagi pemimpin tersebut cenderung akan berubah dalam cara yang dapat di prediksi. Dalam keadaan demikian, para bawahan mengharapkan pemimpin tersebut akan lebih tegas, member petunjuk dan memberikan (halpin, 1954 mulder &stemerding 1963). Mereka melihat kepada pemimpin agar memperlihatkan inisiatif dalam mendefisinikan masalah, mengidentifikasi solusi, mengatur tanggapan kelompok terhadapkrisis tersebut, tetap member informasi kepada kelompok mengenai pristiwa yang terjadi. Misalnya, sebuah study yang dilakukan diatas kapal-kapal angkatan laut memperlihatkan bahwa para perwira angkatan laut menjalankan lebih banyak kekuasaan dalam situasi krisis, dan lebih kreatif, lebih otokratis, dan berirontasi tujuan (mulder, risetma van eck &de jong 1970). Paraperwira yang memperlihatkan inisiatif dan menjalankan kekuasaan dengan cara yang pasti dan percaya diri biasanya lebih efektif. Dalam sebuah study mengenai cara manager bankdi belanda, mulder, de jong, koppelaar, dan verhage(1986)menemukan bahwa konsultasi dengan para bawahan kurang digunakan dalam stuasi krisis dari pada dalam stuasi non kritis disbanding dengan para managaer yang kurang efektif, dan kurang cenderung menggunakannya dalam situasi krisis.
Tahap dalam daur hidup organisasi
Organisasi bergerak melalui daur hidup yang sama seperti organism biologis,
Dengan tahap kelahiran tahap pertumbuhan, tahap kejenuhan, dan tahap kemunduran atau tahap hidup baru (revitalisasi)(Quinn & Cameron 1983). Baliga dan hunt (1988)
Berpendapat bahwa dengan menguji jenis proses apa yang penting selama tiap-tiap tahap, kita dimungkinkan untuk mengedintifikasi tuntutan, kendala, serta pilihan akan perubahan kepemimpinan manajemen puncak.
PERUBAHAN SIFAT PEKERJAAN MANAJERIAL
Pekerjaan manajerial telah diubah olah berubahnya tren perekonomian, politik, dan kemasyarakatan (Dess & Picken, 2000). Tren menuju globalisasi terus semakin cepat karena menguatnya kompetisi asing, pasar luar negeri menjadi lebih penting dan lebih banyaknya perusahaan yang menjadi perusahaan muntinasional atau berpartisipasi dalam usaha bersama lintas Negara. Tanggung jawab menajerial makin melibatkan permasalah internasional, dan para manajer harus mamapu memahami, berkomunikasi dan mempengaruhi orang dari budaya berbeda. Keragaman budaya tenaga kerja didalam organisasi juga semakin meningkat, untuk membangun hubungan kooperatif, dibutuhkan empati yang cukup besar, rasa saling menghormati dalam keragaman, dan memahami nilai, keyakinan, dan sikap orang yang datang dengan budaya yang berbeda.
Teknologi baru saja mengubah sifat pekerjaan dan membuat mungkin informasi yang lebih rincidan tepat waktu kepada siapa saja yang membutuhkannya. Namun, meningkatnya informasi tentang operasi dan lingkungan organisasi dapat menjadi keuntungan dan kerugian. Membutuhkan rasa obyektif dan prioritas yang jelas dan ketrampilan kognitif yang kuat untuk mengatasi kebanjiran informasi dan memahaminya. Selanjutnya, karena komunikasi elektronik menjadi makin penting, para pemimpin akan harus menyesuaikan perilaku mereka agar sesuai dengan tegnologi yang baru tersebut.
Perubahan sifat organisasi menyajikan tantangan lainnya lagi, banyak organisasi yang dibuat desentralisasi menjadi unit organisasi yang lebih kecil dan semi-otonomi, dibuat mendatar strukturnya dengan menghilangkan lapisan manajemen menengah, atau direstrukturisasi berdasar tim-tim yang prosuksi yang mencakup sejumlah lini fungsional atau geografis. Dalam organisasi yang berbasis tim, terdapat lebih banyak kepentiangan bersam, dan tanggung jawab kepemimpinan senantiasa berubah dalam cara yang penting. Sebagai contoh, para pemimpin tim diharapkan untuk menjadi lebih pembimbing (coach) dan fasulitator dan tidak terlalu menjadi pengatur (director) dan penggendali.
Tren lainnya adalah meningkatnya ketergantungan keapda pemasok, konsultan dan kontraktor dari luar yang menyediakan persediaan, bahan, atau jasa-jasa yang dibutuhkan dalam waktu yang tepat. Dalam kasus yang ekstrim, perusahaan yang terintegrasi secara vertical yang melakukannya segala sendiri telah digantikan oleh organisasi “virtual” yang “melakukan outsourse” sebagian besar aktifitasnya (misalnya: produksi, administrasi penggajian dan tunjangan, jasa hokum, pemasaran). Para pemimpin dalam organisasi baru ini diharapkan untuk lebih berfungsi sebagai wirausahawan dari sebagai manajer tradisional. Mereka harus mengindentifikasikan kesempatan strategis,menegosiasikan usaha bersama dengan organisasi lain, membangun aliansi strategis dan mengkoordinasikan aktifitas yang saling bergantung dalam lusinan lokasi yang tersebar diseluruh dunia.
BERAPA BANYAK KEBIJAKSANAAN YANG DIMILIKI MANAJER
Penelitian situasional memberikan bukti yang kuat bahwa aspek situasi mempengaruhi pola kegiatan dan isi perilaku para manajer. Sebuah posisi manajerial menuntut berbagai hal kepada orang yang menjabatnya, dan tindakan pemegang jabatan itu menghadapi kendala berupa undang-undang, kebijakan, tradisi, dan lingkup kewenangan formal. Walau terdapat tuntutan dan kendala tersebut, beberapa pilihan mengenai perilaku masih tetap ada, khususnya yang berhubungan dengan aspek apa yang ditekankan dari pekerjaan itu, berapa banyak waktu yang digunakan untuk berbagi kegiatan, serta berapa banyak waktu yang digunakan untuk berhubungan dengan bermacam orang. Penelitian memperlihatkan bahwa bahkan untuk para manajer yang mempunyai tugas yang sama, terdapat cukup banyak perbedaan perilaku (James & White, 1993; Kotter, 1992; Stewart, 1976, 1982) misalnya, Stewart menemukan bahwa beberapa manajer bank menekankan supervise staf, sedangkan yang lainnya mendelegasikan sebagian besar dari manajemen internal ke assiten manajer yang berkonsentrasi pada pencarian bisnis yang baru secara aktif.
Sebagian, keanekaregaman perilaku dalam pekerjaan yang sama terjadi karena adanya dimensi presentasi kerja yang majemuk. Dalam batas-batas yang dipaksakan berdasar prioritas oleh tingkatan manajemen yang lebih tinggi, seseorang dapat memilih untuk mengerahkan lebih banyak usahanya kesejumlah tujuan tertentu disbanding tujuan lainnya.
Keanekaragaman dalam pekerjaan yang sama juga disebabkan oleh cara manajer menangani konflig tentang peran. Harapan peran bagi pemimpin jarang sekali mutlak atau komprehensif, dan pemimpin biasanya mempunyai kebijaksanaan yang cukup besar untuk membentuk perannnya sendiri setelah beberapa waktu. Jika diberi waktu yang cukup, pemimpin yang terampil akan mampu menyesuaikan persyaratan peran yang awalnya tidak cocok. Para pemimpin yang mempunyai rekor pengambilan keputusan yang berhasil dan loyalitas kepada organisasi diberi lebih banyak kebebasan untuk mendefenisikan kembali perannya dan meprakarsai inovasi. Tetapi, fleksibilitas tersebut akan lebih besar bagi harapan peran yang tidak menyangkut nilai-nilai sentral yang mempunyai arti simbolis yang penting bagi para anggota organisasi (Biggart & Hamilton, 1984)
KETERBATASAN PENELITIAN DESKRIPTIF
Kebanyakan penelitian mengenai pola komunikasi dari para manager adalah penelitian lama, dan harus dilakukan kembali bagi organisasi modern yang memiliki media komunikasi jenis baru. Interaksi sangat dipengaruhi oleh teknologi baru seperti telepon, internet dll.
Kebanyakan penelitian observasi mengenai sifat pekerjaan manajerial, bukan dirancang untuk menjelaskan pola dan isi yang khas dari kegiatan manajerial, bukan untuk menjawab secara langsung pertanyaan mengenai pola kegiatan atau pola perilaku mana yang perlu dan efektif. Mengetahui bahwa banyak manajer melaksanakan pekerjaan tertentu tidak menceritakan kepada kita apakah hal itu penting sekali bagi efektifitas manajerial. Bahkan hasil penelitian situasional tersebut dapat menyesatkan. Pola perilaku yang paling lazim dalam jenis pekerjaan atau situasi manajerial tertentu tidak berarti menjadi paling efektif.
Study tentang deskripsi tugas para manajer mengukur persepsi manajer mengenai pentingnya berbagai kegiatan serta tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Penelitian mengenai deskripsi tugas tersebut digunakan untuk mengindentifikasikan kesamaan dan perbedaan persyaratan ketrampilan bagi berbagai jenis kedudukan manajerial. Tujuan utama penelitian itu adalah untuk mempermudah pengembangan system kompensasi, prosedur seleksi, serta prosedur penilaian kienrja, bukan untuk menentukan bagaimana hubungan perilaku manajerial dengan criteria efektivitas manajerial. Penilaian mengenai peringkat kepentiangan yang dibuat oleh banyak manajer bisa saja berat sebelah (bias) oleh stereotype yang dirasakan bersama atau oleh teori-teori implicit tentang pemimpin yang efektif. Sampai saat ni hanya terdapat sedikit bukti yang memperliahatkan bahwa kegiatan dan perilaku manajerial yang dinilai penting adalah yang juga berhubungan dengan criteria mengenai efektifitas manajerial.
Studi deskriptif lainnya menganalisis dari wawancara dengan para manajer yang sudah ditentukan dari awal bahwa mereka adalah manajer efektif (Kanter, 1982; Kotter & Lawrence, 1974), atau dengan para manajer dari organisasi yang ditunjuk sebagai organisasi yang efektif (Peters & Ausin, 1985; Peters & Waterman, 1982). Pada peneliti tersebut mencoba untuk menemukan pola-pola perilaku atau tema umum yang dapat menjelaskan mengapa para manajer/atau organisasi itu efektif. Namun, studi itu tidak membandingkan para manajer yang efektif itu dengan para manajer yang tidak efektif. Wawasan yang lebih lebih dapat diandalkan akan didapatkan jika para peneliti membandingkan pola perilaku untuk menejer yang efektif dan tidak efektif daru jenis yang sama dan secara eksplisit meneliti hubungan dari pola perilaku manajerial dengan persyaratan dari situasi pekerjaan manajerial.
Kegiatan manajerial dapat dijelaskan berdasarkan 4 proses yaitu:
1. Mengenbangkan dan memeprtahankan hubungan
2. Memperoleh dan memberi informasi
3. Membuat keputusan
4. Mempengarui orang.
Proses tersebut saling terkait di antara berbagai kegiatan manajer, dan setiap kegiatan khusus mana saja dapet menyangkut dia proses atau lebih. Tumpang tindih yang dihasilkan kategori-kategori tersebut.
APLIKASI BAGIPARA MANAJER
Walaupun kebanyakan enelitian deskriptif tentang kegiatan manajer tidak dirancang untuk menghubungkan pola-pola kegiatan dengan efektifitas persaratan pekerjaan manajerial. bagian ini meringkas beberapa pedoman pedoman tersebut adalah pola dan tema yang diperoleh dari penelitian penelitian deskritif yang menjelaskan, dan wawasan para praktisi, bukan dari hasil praktisi, bukan hasil dari penelitian yang dirancang untuk menguji dalil-dalil tentang prilaku pemimpin yang efektif. Pedoman untuk menggunakan waktu secara bijaksana akan di sajikan lebih dulu, diikuti dengan pedoman untuk pemecahan masalah.
Pedoman Untuk Mengelola Waktu
Tabel 2-3 meringkaskan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh para manajer agar dapat menggunakan waktu secara bijaksana, mengatasi tuntutan, dan menangani konflik peran.
Memahami alasan tuntutan dan kendala
Adalah penting untuk mengetahui bagaimana orang lain merasakan peran manajer dan apa yang mereka harapakan. Persepsi mengenai tuntutan dan kendala mau tidak mau akan menyangkut penilaian yang subyektif, namun banyak manajer gagal untuk mengambil waktu yang dibutuhkan untuk mengambil informasi yang cukup dimana atas dasar tersebut, manajer dapat melakuka penilaian. Jangan mengasumsikan bahwa semua orang setuju dengan visi, persepsi atau ide mereka mengenai manajer yang efektif. Sebelum seorang manajer dapat memuaskan orang –orang tersebut, atau memodifikasi harapan mereka, ia harus memahami apa yang sebetulnya mereka ingin . mengerti tentang harapan peran berarti membutuhkan seringnya interaksi tatap muka, mengajukan pertanyaan, mendengarkan orang lain bukannya terus menerus berkotbah, peka terhadap reaksi negative (termasuk gelagat non verbal), dan mencoba untuk menemukan nilai dan kebutuhan yang mendasari opini dan pilihan seseorang.
Mengembangkan jumlah pilihan
Terlalu banyak manajer yang berfokus pada tuntutan dan gagal memberikan perhatian yang cukup terhadap peluang-peluang untuk mendevinisikan pekrjaan dari berbagai cara. Adalah penting untuk melangkah kebelakang dari pekerjaaan tersebut dan melihatnya dalam perspektif yang lebih luas. Bagi sebagian besar manajer, biasanya untuk bersikap proaktif yang lebih luasbagi sebagian besar manajer, biasanya mungkin untuk bersikap proaktif dengan atasan manajer mengenai pendefinisian pekerjaan itu dengan cara yang dapat memberikan kesemparan untuk membuat kebijaksanaan yang lebih banyak, khususnya jika telah terdapat ambiguitas (dua arti) peran yang disebabkan oleh tanggung jawab yang tidak di definisikan dengan baik. Pilihan dapat diperluas dengan menemukan cara-cara untuk menghindari tuntutan untuk mengurangi kendala. Penyusunan rencana dan agenda seorang manajer harus memasukkan analisis yang sadar mengenai tuntutan dankendala yang membatasi efektivitas yang sekarang , dan bagaimana tuntutan dan kendala itu dapat dikurangi, dihilangkan atau dihindari.
Menentukan apa yang ingin anda capai
Waktu seorang manajer merupakan suatu sumber daya langka yang harus digunakan dengan baik agar manajer tersebut bisa menjadi efektif. Kunci dari manajemen waktu yang efektif adalah mengetahui apa yang ingin anda capai. Seseorang yang memiliki sejumlah tujuan dan prioritas yang jelas dapat mengidentifikasikan kegiatan yang penting dan merencanakan cara terbaik untuk menggunakan waktu ; tanpa tujuan yang jelas, berapa banyakpun perencanaan yang dibuat tidak akan memperbaiki manajemen waktu. Tujuan dan prioritas tersebut dapat informal, sepertihalnya agenda mental dari kotter (1982), namun tujuan dan prioritas itu perlu diidentifikasikan melalui proses yang disengaja dan sadar.
Menganalisis bagaimana anda menggunakan waktu anda
Memperbaiki manajemen waktu adalah sulit tanpa mengetahui bagaimana sebetulnya waktu itu di gunakan. Sebagian besar manajer tidak mampu memperkirakan dengan akurat seberapa bnyak waktu yang mereka gunakan untuk beberapa aktivitas berbeda. Sebagian besar system manajemen waktu menyarankan pembuatan log harian atas ktivitas yang akan dilaksanakan selama satu atau dua minggu.log tersebut harus menyebutkan setiap aktivitas dalam blok waktu 15 menit. Hal ini berguna untuk menunjukan sumberkendali atas setiap aktivitas (misalnya, diri sendiri, atasan, bawahan, orang lain,persyaratan organisasi)dan apakah persyaratan tersebut telah direncanakan sebelumnya atau merupakan reaksi segera atas permintaan dan masalah. Orang-orang yang membuang buang waktu harus dicatat dalam log (masalnya, intrupsi yang tidak perlu, pertemanan yang lang sung terlalu lama, mencari benda yang salah letak). Log / catatan waktu itu harus di analisa untuk mengidentifikasikan seerapa penting dan berartinya setiapaktifitas itu.perhatikan apakah aktifitas itu dapat di hilangkan, dikombinasikan dengan aktivitas lainnya dan apkah aktivitas yang penting dan tidak mendesak.
Merencanakan kegiatan harian dan mingguan
Dalam literature yang luas mengenai manajemen waktu yang berorientasi ke para praktisi, terdapat cukup bayak kesepakatan mengenai pentingnya perencanaan dimulai terhadap kegiatan harian dan mingguan (missalnya, webber,1980).saat merencanakan kegiatan harian, langkah pertama adalah membuat daftar apa yang harus dilakukan untuk hari tersebut memberikan prioritas ke tiap aktivitas.daftar prioritas tersebut dapat digunakan dengan kalender yang memperlihatkan dengan kalender yang memperlihatkan pertemuan yang dibutuhkan dan janji yang direncanakan untuk merencanakan hari esok.
Menghindari aktivitas yang tidak diperluka
Beberapa manajer terlalu di bebani dengan tugas yang tidak penting karena mereka takut menyinggung perasaan para bawahan, rekan sejawat, atau atasan dan mereka tidak mempunya rasa percaya diri dan ketegasan menolak pimpinan. Salah satu cara menghindari tugas yang tidak perlu adalah dengan menyiapkan perkataan yang prakts dengan mengatakan tidak (musalnya; mengatakan bahwa anda hanya dapat melakukan tugas tersebut jika orang itu melakukan pekerjaan tertentu untuk anda. Sarankan orang lain yang dapat melakukan tugfas tersebut dengan lebih cepat dan lebih baik.
Mengatasi penundaan
Alasan atas penundaan adalah takut kegagalan. Alasan orang menunda tugas adalah kurang percaya diri. Membagi dengan bagian bagian kecil itulah cara yang yang paling mudah untuk mengatasi penundaan.
Jadwalkan pada awal hari untuk memulai mengerjakan tugas yang kurnag menyenangkan yang cenderung tertunda. Tugas demikian akan lebih mungkin diselesaikan jika ditangani lebih dulu sebelum arus permintaan harian memberikan alasan untuk menghindari tugas tersebut.
Mengambil keuntungan dari aktivitas yang reaktif
Sifat lingkungan yang tidak dapat diproduksi membuat penting untuk memandang petemuan yang kebetulan terjadi, intrupsi dan pertemuan yang tidak direncanakan yang di prakarsai oleh orang lain bukan hanya sebagai gangguan terhadap kegiatan yang direncanakan, namun yang sebagai peluang untuk memperoleh informasi penting, menemukan masalah, mempengaruhi orang lain, dan maju untuk menerapkan rencana dan agenda informasi. Kewajiban yang mungkin membuang waktu, seperti keharusan untuk hadir pada pertemuan dan pristiwa seremonial tertentu, dapat di ubah menjadi keuntungan bagi manajer tersebut.
Menyediakan waktu untuk membuat perencanaan reflektif
Menyediakan waktu untuk membuat perencanaan reflektif membutuhkan manajemen waktu yang teliti. Sebuah pendekatan yang digunakan adalah dengan menyisakan sebagian dari waktu pribadi (palingtidak satu sampai dua jam) untuk membuat perencanaan indifidu. Pendekatan lainnya adalah dengan membuat jadwal sesi setrategi priodik dengan para bawahan atau gugus tugas , dan menjadwalkan pertemuan teratur dengan individu atau kelompok untuk meninjau rencana dan kemajuan.
Mengidentifikasi permasalahan penting yang dapat diselesaikan
Masalah yang ada selalu lebih banyak jumlahnya daripada yang dapat diselesaikan oleh manajer. Untuk mengatasionya haruslah kita memprioritaskan masalah yang terpentingdulu agar dapatdiselesaikan dan menghasilkan permasalahan yang lebih evisien.
Mencari hubungan antar permasalahan
Pandangan yang lebih luas atas permasalahan memberikan wawasan yang lebih baik untuk memahami factor itu.dengan menghubungkan permasalahn ke permasalahan yang lainnya dan ketujuan setrategis informal, manajer akan lebih cenderung lebih menganalisa kesempatan untuk melakukan tindakan yang berkontribusi terhadap solusi atas beberapa permasalahan yang berhubungan pada waktu yang sama.
Bereksperimen dengan solusi inovatif
Paramanajer yang evektif lebih bersedia untuk melakukan eksperimen secara aktif dengan beberapa pendekatan inovatif untuk mencakup masalah. Dengan adanya demikian bukan berarti manajer tersebut yakin itulah satusatunya cara yang terbaik akan tetapi mengambil tindakan yang terbatas itu satusatunya cara untuk mengembangkan pemahaman yang memadai.
RINGKASAN
Penelitian deskriptif menemukan bahwa pada dasarnya pekerjaan manajerial adalah kacau, bervariasi, rekatif dan tidak teratur dan politis. Interaksi lisan yang singkat lebih mendominasi dan banyak diantaranya menyangkut orang yang berada du luar unit kerja yang dekat dengan manajer maupun rantai komando. Proses penganbilan keputusan sangat politis, dan kebanyakan berasal dari perencanaan yang bersifat informatif dan adaptif.
Beberapa penelitian deskriptip tersebut telah meneliti perbedaan dalam perilaku yang berhubungan dengan aspek situasi manajerial. Penelitian komparetif mengenai manajer dalam berbagai situasi memperlihatkan berbagai aspek lainnya tentang situasi yang mempengaruhi perilaku manajerial, termasuk tingkatan manajemen, besarnya unit organisasi. Pekerjaan manajerial sedang diubah dengan mengubah tren social seperti globalisasi, keragaman tenaga kerja, kecepatan langkah perubahan teknologi dan munculnya bentuk-bentuk organisasi baru.
Pada umumnya, penelitian deskriptif menyarankan bahwa pekerjaan manajerial meliputi empat jenis kegiatan yaitu:
1. Mengenbangkan dan memeprtahankan hubungan
2. Memperoleh dan memberi informasi
3. Membuat keputusan
4. Mempengarui orang.
Proses tersebut saling terkait di antara berbagai kegiatan manajer, dan setiap kegiatan khusus mana saja dapet menyangkut dia proses atau lebih. Tumpang tindih yang dihasilkan kategori-kategori tersebut
POLA-POLA AKTIVITAS KHAS DALAM PEKERJAAN MANAJERIAL
Para peneliti menggunakan metode deskriptif seperti observasi langsung, laporan dan wawancara. Para peneliti berusaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan seperti berapa banyak waktu yang digunakan manajer bagi dirinya sendiri atau berinteraksi dengan berbagai macam orang (seperti bawahan, rekan sejawat, atasan dan orang luar), seberapa sering manajer menggunakan bentuk interaksi itu berlansung dan siapa yang memulainya.
Langkah Pekerjaan Adalah Cepat dan Selalu Meningkat
Penelitian tentang aktivitas menajerial ternyata berlawanan dengan konsepsi umum manajer sebagai orang yang secara cermat membuat perencanaan dan menyusun kegiatan kemudian duduk dikantornya sambil menunggu terjadinya pengecualian atas operasi normal yang membutuhkan perhatian mereka.
Isi Pekerjaan Bervariasi dan Terfragmentasi
Kegiatan manajer cenderung terfragmentasi disamping juga bervariasi. Interupsi seringkali terjadi, pembicaraan terpatah-patah, dan kegiatan penting diselingi dengan yang tidak penting, yang membutuhkan perubahaan perasaan secara cepat. Manajer dapat melakukan aktivitas yang berkisar dari pertemuan mengenai anggaran yang menyangkut keputusan tentang penggunaan berjuta-juta dolar sampai diskusi mengenai cara memperbaiki kran ledeng (Sales, 1979).
Banyak Aktivitas Bersifat Reaktif
Aktivitas manajerial yang bersifat terfragmentasi mencerminkan fakta bahwa banyak interaksi diprakarsai oleh orang lain dan banyak perilaku manajer yang sifatnya reaktif bukannya proaktif. Stereotipe umum para manajer adalah bahwa mereka menggunakan sebagian sebagian besar waktunya untuk melakukan analisis cermat terhadap masalah bisnis dan mengembangkan rencana-rencana yang rumit untuk menanganinya.
Aktivitas-aktivitas yang terfragmentasi dan tuntutan hebat yang terus menerus yang mencirikan pekerjaan manajerial membuat para manajer sukar untuk mempunyai waktu yang panjang, tanpa interupsi, yang dibutuhkan untuk jenis kegiatan yang demikian. Perencanaan reflektif serta aktivitas lainnya yang membutuhkan waktu yang lama, seperti misalnya membangun tim dan melatih keterampilan kompleks kepada para bawahan, biasanya didahului oleh kegiatan.
Disamping itu, para manajer itu sendiri biasanya menekankan aspek aktif pekerjaan mereka, dan bahkan selama interaksi lisan, mereka cenderung berfokus pada masalah yang spesifik yang harus segera ditangani bukannya persoalan umum atau strategi jangka panjang.
Masalah terjadi secara sangat tidak teratur, dan manajer memilih memberikan rekasi terhadap masalah ketika berhadapan dengannya, sementara yang lain akan diabaikan atau ditunda. Pentingnya sebuah masalah menjadi penentu apakah masalah itu akan dipahami dan ditangani, tetapi sering tidak jelas hingga sejauh mana sebenarnya suatu masalah dianggap penting.
Manajer akan cenderung untuk mengabaikan atau menunda penyelesaian suatu masalah bila tidak ada tekanan eksternal untuk menyelesaikannya, masalah yang dihadapi tidak jelas dan sulit untuk didiagnosa, masalah yang menjadi tanggung jawab manager lain atau sub unit lainnya, dan masalah yang tidak dapat diselesaikan tanpa tambahan sumber daya atau dukungan yang sulit atau tidak mungkin diperoleh.
Interaksi Sering Melibatkan Rekan Sejawat dan Orang Luar
Timbulnya interaksi lateral dan eksternal yang tinggi dapat dijelaskan berdasarkan kebutuhan manajer akan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang kompleks dan tidak pasti yang mempengaruhi operasi subunit organisasinya, dan ketergantungan manajer terhadap kerja sama dan bantuan dari banyak orang di luar rantai komando yang langsung (Kotter, 1982).
Hubungan yang telah lama dibangun harus dijaga dan yang baru dibangun dengan orang-orang yang kemudian menduduki posisi kunci, saat terjadi perubahan dalam organisasi, dan saat lingkungan eksternal berubah.
Banyak Interaksi Melibatkan Komunikasi Lisan
Para manajer memperlihatkan pilihan yang kuat terhadap penggunaan media komunikasi lisan seperti telepon dan pertemuan. Penelitian mengenai kegiatan manajerial menemukan bahwa para manajer tingkat rendah dan menengah menggunakan 27 hingga 82 persen waktu mereka dalam bentuk komunikasi lisan, dan angka tersebut sebesar 65 hingga 75 persen bagi para manajer tingkat tinggi.
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa kebanyakan dari komunikasi lisan oleh manajer tersebut menyangkut pertukaran informasi dan usaha-usaha untuk mempengaruhi orang. Para manajer cenderung lebih menyukai informasi terkini daripada informasi yang sudah lama, dan informasi terkini tersebut biasanya diperoleh dari kontak-kontak tatap muka dengan mereka yang mempunyai akses terhadap informasi tersebut, termasuk banyak orang yang berada diluar subunit organisasi manajer itu.
Komunikasi lisan memungkinkan efek kata-kata diperkuat olen intonasi, gerakan, dan komunikasi non-verbal lainnya. Interaksi tatap muka membantu usaha mempengaruhi dan memberikan kesempatan untuk memperoleh umpan balik yang segera tentang efektivitasnya. Penelitian deskriptif menemukan bahwa interaksi lisan dari seorang manajer secara mengherankan cenderung mencakup sejumlah kata untuk memperolok, membuat lelucon, dan mendiskusikan subyek yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Aktivitas sosialisasi dan bisik-bisik tersebut memungkinkan membantu para manajer membangun dan mempertahankan hubungan yang efektif dalam jaringan kerja yang luas dengan orang-orang dibutuhkan bantuan dan dukungannya.
Proses Pengambilan Keputusan Adalah Tidak Teratur dan Bersifat Politis
Banyak dari keputusan tentang manajemen menjelaskan pengambilan keputusan sebagai peritiwa khusus yang dibuat oleh manajer atau sebuah kelompok saja, dengan suatu cara yang teratur dan rasional. Seringkali mereka tidak mampu mengingat kembali kapan sebuah keputusan akhirnya dicapai. Beberapa keputusan penting berupa hasil dari banyak tindakan kecil atau pilihan sedikit demi sedikit yang diambil tanpa memperhatikan persoalan strategis yang lebih luas.
Proses-proses pengambilan keputusan kemungkinan akan dicirikan oleh lebih banyak kebingungan, kekacauan, dan emosi daripada rasionalitas. Bukannya analisis yang hati-hati mengenai hasil yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan tujuan yang ditentukan lebih dahulu, informasi sering diubah atau ditekan dengan tujuan supaya sesuai dengan konsep semula (pre-conception) tentang tindakan yang terbaik atau yang dapat memenuhi kepentingan pribadi atas pilihan tertentu.
Keputusan penting dalam organisasi secara umum membutuhkan dukungan dan kewenangan dari berbagai orang yang berada pada tingkat manajemen yang berbeda di berbagai subunit organisasi tersebut. Orang yang memprakarsai proses pengambilan keputusan dapat saja bukan orang yang membuat pilihan terakhir di antara alternatif-alternatif tindakan.
Berbagai orang yang tersangkut dalam pengambilan keputusan sering tidak sependapat mengenai sifat masalah yang sebenarnya dan kemungkinan hasil dari berbagai solusi, yang disebabkan oleh perspektif, asumsi, serta nilai yang berbeda-beda, dari para manajer yang berasal dari spesialisasi fungsional dan latar belakang yang berbeda pula. Proses pengambilan keputusan yang sangat politis yang bertele-tele kemungkinan akan terjadi bila keputusan tersebut menyangkut masalah yang penting dan kompleks yang tidak langsung tersedia pemecahan yang baik, terdapat banyak kelompok yang terkena dengan kepentingan yang saling bertentangan, dan tersebarnya kekuasaan ke kelompok-kelompok tersebut. Proses pengambilan keputusan tersebut dapat bertele-tele sampai beberapa bulan atau beberapa tahun lamanya akibat penundaan serta interupsi karena saran dibelokkan oleh para penentang, didahului oleh krisis, atau dikembalikan kepada para pemrakarsa untuk diperbaiki, yaitu perlu disesuaikan dengan keinginan para manajer yang dibutuhkan bantuan.
Keputusan yang menyangkut perubahan besar pada strategi organsasi atau politik, kebanyakan hasilnya akan tergantung pada keterampilan mempengaruhi dan ketekunan para individu manajer yang ingin memprakarsai perubahan dan pada kekuasaan relatif dari berbagai koalisi yang tersangkut dalam membuat atau memberi wewenang untuk membuat keputusan tersebut.
Tidak semua keputusan memerlukan perubahan besar atau proses politis yang bertele-tele. Meskipun para manajer jarang terlihat mampu membuat keputusan penting pada suatu saat tertentu, mereka sebenarnya membuat banyak keputusan yang kurang penting dalam proses pemecahan masalah operasional, membuat rencana kerja, memberi kewenangan menggunakan dana untuk pembelian alat tulis kantor atau peralatan, dan menyetujui kenaikan upah. Keputusan tersebut seringkali menyangkut masalah yang telah tersedia solusinya yang dibuat dengan resiko rendah, manajer tersebut mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan, dengan hanya sedikit orang penting yang akan terpengaruh oleh keputusan tersebut, hanya terdapat sedikit konflik mengenai tujuan atau solusi, dan ada tekanan untuk membuat keputusan yang cepat karena adanya tenggat waktu atau krisis.
Kebanyakan Perencanaan Adalah Tidak Formal dan Adaptif
Perencanaan seringkali dijelaskan dalam kepustakaan manajerial utama sebagai proses formal penulisan tujuan, strategi, kebijakan dan anggaran, yang menurut kebawah dari manajemen puncak mengikuti hirarki, dengan versi yang makin terinci pada tiap tingkatan manajemen yang lebih rendah. Studi-studi deskriptif menemukan bahwa beberapa perencanaan memang terjadi, namun biasanya tidak formal dan implisit.
Para manajer menggunakan sejumlah teknik mempengaruhi selama interaksi sehari-hari mereka dengan orang-orang lain untuk memobilisasi dukungan dan menciptakan peristiwa-peristiwa.
Dalam studi mengenai eksekutif tingkat tinggi, Quinn (1980), menemukan bahwa kebanyakan dari keputusan strategis penting dibuat diluar proses perencanaan formal dan strategi dirumuskan dengan cara sedikit demi sedikit, fleksibel dan intuitif.
Strategi diperhalus dan di implementasikan secara simultan dengan cara yang hati-hati sedikit demi sedikit yang mencerminkan kebutuhan untuk mengembangkan koalisi politis guna mendukung strategi dan juga untuk menghindari resiko dari komitmen awal terhadap tindakan tertentu yang tidak dapat ditarik kembali.
Kandungan Pekerjaan Manajerial
Penelitian deskriptif awal mengenai pekerjaan manajerial terutama membahas penyediaan deskripsi mengenai pola-pola kegiatan. Lalu fokus penelitian deskriptif telah berpindah ke penggolongan kandungan kegiatan-kegiatan manajerial berdasar tujuannya. Penelitian tersebut adalah menetapkan kategori perilaku yang mana yang memiliki arti, kas, dan relevan untuk menggolongkan aktivitas para manajer yang terlihat.
Penelitian Tentang Uraian Tugas (Job Description)
Penelitian uraian tugas berusaha mengidentifikasi persyaratan perilaku untuk mencapai kinerja yang efektif atas pekerjaan manajerial. Persyaratan perilaku didefinisikan berdasar tanggung jawab dan tugas penting yang harus dilaksanakan, tanpa memperhatikan siapa yang memegang posisi. Penelitian awal mengenai uraian tugas bagi para eksekutif telah dilakukan oleh Hemphill. Program penelitian yang luas untuk menyusun kuesioner yang berguna untuk menjelaskan pekerjaan manajerial dan untuk menetapkan tingkat gaji yang cocok dimulai pada Control Data Corporation Tahun 1974.
Peran – peran Manajerial dari Mintzberg
Mintzberg (1973) lebih menggunakan pengamatan bukunya survey untuk mempelajari lebih lanjut kandungan aktivitas manajerial. Ia telah menyusun taksonomi menengenai peran manajerial yang digunakan untuk pengkodean kandungan aktivitas yang diamati dalam studi mengenai para eksekutif. Peran manajerial berlaku bagi tiap manajer namun kepentingan relatifnya dapat berbeda – beda bagi manajer tertentu dengan manajer lainnya. Peran manajer ditetapkan lebih dahulu oleh sifat dari posisi manajerial tersebut, namun para manajer mempunyai beberapa fleksibelitas mengenai cara masing-masing peran tersebut diinterprestasikan dan diterapkan. Masing-masing peran akan dijelaskan secara singkat.
1. Peran Proforma pemimpin ( Figurehead Role ). Sebagai konsekuensi dalam kewenangan formal mereka sebagai kepala organisasi atau salah satu subunitnya, para manajer diharuskan untuk melakukan tugas simbolis tertentu yang bersfat legal dan sosial. Manajer tersebut harus berpartisipasi dalam kegiatan tersebut meskipun kegiatan itu hanya mempunyai kepentingan yang marjinal saja bagi pekerjaan mengelola.
2. Peran sebagai pemimpin. Para manajer bertanggung jawab agar sub unit organisasinya berfungsi sebagai kesatuan yang terintegrasi guna mengejar tujuan dasarnya.
3. Peran sebagai penghubung. Peran sebagai penghubung yang mencakup perilaku yang bertujuan untuk menetapkan dan mempertahankan jaringan hubungan dengan para individu dan kelompok diluar unit organisasi manajer itu.
4. Peran sebagai pemantau. Para manajer berkelanjutan mencari imformasi dari sejumlah sumber, seperti membaca laporan dan memo, hadir dalam pertemuan dan pengarahan dan melakukan perjalanan pengamatan.
5. Peran sebagai Disseminator (pembagi informasi). Para manajer mempunyai akses khusus ke sumber informasi yang tidak tersedia bagi para bawahan.
6. Peran sebagai Juru Bicara. Para manajer juga diharuskan untuk menentukan informasi dan memberikan pernyataan tentang nilai kepada pihak yang berada diluar subunit organisasi mereka.
7. Peran sebagai wirausahawan. Manajer sebuah organisasi atau subunitnya bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang perubahan yang terkendali untuk memanfaatkan peluang dalam memperbaiki situasi yang ada sekarang
8. Peran sebagai Orang yang Menangani Kekacauan/ Gangguan. Dalam peran ini, manajer menangani krisis yang mendadak yang tidak dapat diabaikan, yang berbeda dengan masalah yang dipecahkan secara sukarela oleh manajer tersebut guna memanfaatkan peluang (peran wirausahawan).
9. Peran sebagai Pengalokasi Sumber Daya. Para manajer menggunakan kekuasaan mereka untuk mengalokasikan sumber daya seperti uang, personalia, material, peralatan, fasiltas, dan jasa.
10. Peran sebagai Perunding. Perundingan apapun yang membutuhkan komitmen yang subtansial mengenai sumber daya akan terbantu oleh kehadiran manajer yang mempunyai kekuasaan untuk membuat komitmen tersebut.
Konflik Peran
Berbagai orang (“ role senders”) dalam sebuah organisasi menggunakan tekanan terhadap manajer agar menyesuaikan diri dengan keyakinan mereka tentang cara yang baik dibutuhkan dan dibutuhkan untuk berperilaku. Pada saat tertentu, berbagai orang membuat permintaan yang tidak tepat pada para manajer, sehingga menciptakan konflik peran. Para manajer sering mengalami dirinya diserang oleh permintaan yang saling bertentangan dari para atasan dan bawahannnya. Konflik tersebut dapat menyangkut ke tidak setujuan mengenai prioritas relatif dari dua peran, atau mengenai cara menjalankan peran tertentu. Dalam usaha mendamaikan peran yang saling bertentangan, manajer kemungkinan akan lebih responsif terhadap harapan dari para atasan, karena para atasan tersebut mempunyai kekuasaan yang lebih banyak terhadap manajer dari pada parabawahan.
Selain harapan mengenai peran orang lain, persepsi pemimpin mengenai tuntutan peran akan tergantung pada sifat tugasnya. Harapan mengenai peran para bawahan atau atasan tidak konsisten dengan tuntutan tugas yang objektif, khususnya jika sifat tugas atau lingkungan eksternalnya telah berubah sedangkan norma serta kepercayaan mengenai perilaku pemimpin yang baik masih tetap sama.
TEORI TENTANG TUNTUTAN, KENDALA, DAN PEMILIHAN
Sebuah manajerial dari Mintezberg menjelaskan jenis manajerial yang dituntut yang umum bagi kebanyakan posisi manajerial dan administratif. Tetapi, penelitian deskriptif menunjukkan bahwa para manajer juga mempunyai tuntutan peran unik yang spesifik bagi jenis posisi manajerial tertentu dalam organisasi tertentu.
Konponen Inti dari Model
Permintaan, kendala, dan pilihan membentuk sifat pekerjaan dan amat mempengaruhi perilaku sifat para manajer.
Tuntutan (Demands) adalah apa yang harus dilakukan orang yang memegang pekerjaan dan jika tidak melakukannya ia akan berisiko menerima sanksi atau kehilangan posisi. Akibatnya, tuntutan adalah harapan mengenai peran dari orang yang mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk memperoleh kepatuhan. Tuntutan mencakup standar, tujuan dan tenggang waktu bagi pekerjaan yang harus dipenuhi, dan prosedur birokratis yang tidak dapat diabaikan atau didelegasikan , seperti menyiapkan anggaran dan laporan, mengikuti pertemuan tertentu, memberi wewenang untuk melakukan pembayaran, menandatangani dokumen, dan melakukan penilaian kinerja.
Kendala (containts) adalah karakteristik organisasi dan lingkungan eksternal yang membatasi apa yang dapat dilakukan oleh manajer. Termasuk didalamnya adalah peraturan yang birokratis, kebijakan , dan peraturamn yang harus di awasi, serta kendala hukum seperti UU Perburuhan, peraturan tentang lingkungan, peraturan tentang jaminan keamanan, peraturan tentang keselamatan kerja. Jenis kendala lain menyangkut kebereadaan sumber daya, seperti fasilitas, peralatan , pembiayaan sesuai angggaran, persediaan, karyawan dan peralatan pendukung. Teknologi yang digunakan untuk melakukan pekerjaan menghambat pilihan tentang cara pekerjaan tersebut akan dilakukan.
Pemilihan (Choices) adalah kegiatan yang dapat dilakukan oleh manajer namun tidak diharuskan untuk mengerjakannya, pemilihan peluang yang tersedia bagi para seorang pada jenis posisi manajerial tertentu untuk menerapkan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Tuntutan dan kendala membatasi pilihan dalam jangka pendek, namun dalam jagka panjang manajer mempunyai beberapa peluang untuk memodifikasi tuntutan dan untuk menghindari kendala, dan dengan demikian dapat memperluas pilihan.
Deteminan Berdasarkan Situasi
Terdapat perbedaan pola tuntutan, kendala, dan pemilihan bagi berbagai jenis pekerjaan manajerial, tergantung pada aspek situasi seperti pola hubungan, pola kerja, dan jumlah keterpaparan
.
Pola Hubungan. Tuntutan yang dibuat bagi manajer oleh para atasan, bawahan, rekan sejawat, dan orang yang berada diluar organisasi mempengaruhi cara manajer tersebut menggunakan waktu dan banyaknya keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan tentang peran. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk berhubungan dengan para atasan jika manajer sangat bergantung pada atasan tersebut untuk memperoleh sumber daya atau tugas kerja, dan mereka membuat tuntutan yang tidak dapat diprediksikan.
Sejauh mana para bawahan, rekan sejawat, dan atasan yang membuat tuntutan yang saling bertentangan terhadap manajer akan menentukan berapa banyak konflik peran yang akan dialami dan hal ini jelas mempunyai implikasi terhadap kesukaran untuk memuaskan berbagai tuntutan tersebut.
Pola Kerja. Stewart menemukan bahwa pola persyaratan dan tuntutan peran akan mempengaruhi perilaku manajerial, dan pola perilaku yang agak berbeda akan terkait dengan jenis pekerjaan manajerial berbeda pula. Faktor berikut berguna untuk menggolongkan pekerjaan manajerial :
1. Sejauh mana kegiatan manajerial itu terbangun sendriri (self-generating) atau merupakan tanggapan atas tuntutan, instruksi, dan masalah dari orang lain.
2. Sejauh mana pekerjaan tersebut berulang bukannya bervariasi dan unik
3. Jumlah ketidak pastian dalam pekerjaan
4. Sejauh mana kegiatan manajerial membutuhkan perhatian yang terus menerus untuk jangka waktu yang lama
5. Jumlah tekanan untuk memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan.
Keterpaparan. Aspek lain dari pekerjaan manajerial yang menentukan perilaku dan keterampilan apa yang dibutuhkan disebut keterpaparan ( exposure ). Keterpaparan adalah jumlah tanggung jawab untuk memenuhi keputusan
Penelitian Terhadap Determinan Siotuasi
Perspektif Stewart yang luas tentang tuntutan dan kendala tidak tercermin dalam sebagian besar riset tentang determinan situasional dari perilaku kepemimpinan. Walaupun riset tidak sistematis kendati demikian risat sendiri memberikan wawasan yang berguna mengenai cara aktivitas manajerial,ukuran subunit, dan tahapan daur hiduporganisasi.
Tingkatkan manajemen
Para menejer dari tingkatan yang lebih tinggi biasanya lebih memperhatikan penggunaan kekuasaan yang luas dalam membuat rencana jangka panjang,merumuskan kebijakan, memodifikasi struktur organisasi dan memperkasai cara-cara baru untuk melakukan kegiatan.
Manajer yang berada pada tingkatan yang tinggi dalam hararki otoritas organisasi biasanya memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam membuat keputusan yang penting, yang mencakup tujuan organisasi, perencanaan strategi untuk mencapai tujuan, penentuan kebijakan umum, rancangan kebijakan umum, rancangan struktur organisasi, dan alokasi sumberdaya.
Blankenship dan miles (1968) menemukan bahwa mana manager tingkat lebih rendah mempunyai kebijaksanaan yang lebih sedikit, diminta untuk lebih sering berkonsultasi dengan atasan sebelum mengambil tindakan mengenai keputusan, dan jarang membuat pilihan mengenai keputusan akhir.
Para manager tingkat lebih rendah cenderung lebih memperhatikan masalah teknis, staffing (seleksi personalia dan pelatihan ), merencanakan pekerjaan, dan membantu kinerja para bawahan. Jumlah aktifitas perhari lebih besar bagi para menager tingkat lebih rendah, dan waktu yang di habiskan oleh setiap aktifitas cenderung untuk lebih sedikit (kurke & Aldrich 1973 thomason, 1967 walker,guest, turner,1956)
Besarnya unit organisasi
Implikasi dari besarnya unit kerja atau “rentang kendali” (span of control)” bagi prilaku pemimipin telah di selidiki dalam berbagai jenis penelitian, dari study mengenai kelompok kecil hingga study atas para chief executives, kotter (1982) telah mempelajari para general manager dan menyimpulkan bahwa para manager sub unit organisasi yang lebih besar mempunyai pekerjaan yang lebih menuntut dibandingkan dengan para manager unit yang lebih kecil. Keputusan lebih sukar karena volume masalah dan kegiatan yang luar biasa banyaknya serta kurangnya pengetahuan yang terinci yang mungkin dipunyai manager. Karena unit yang lebih besar kemungkinan akan mempunyai struktur yang lebih birokratis, para manager harus menghadapi banyak lebih banyak kendala (misalnya peraturan, produser, standar, serta otorisasi yang dibutuhkan). Konsisten dengan analisis tersebut, kotter menemukan bahwa para general manager dalam unit organisasi yang lebih besar mempunyai jaringan kerja yang lebih luas dan mengikuti lebih banyak pertemuan yang direncanakan.
Jika manager mempunyai banyak bawahan, akan lebih sukar mengumpulkan mereka semua untuk menghadiri pertemuan, atau untuk konsultasi secara pribadi dengan setiap orang itu.jadi, para pemimpin cenderung lebih sedikit menggunakan kepemimpinan partisipatif atau membatasinya “komite eksekutif” atau kebeberapa orang “letnan” yang dipercayai saja. Heller dan yaki (1969) menemukan bahwa pada saat rentang kembali meningkat, para manager dari tingkat yang lebih tinggi membuat keputusan yang otokratis, namun mereka juga lebih banyak menggunakan pendelegasian. Kedua gaya pengambilan keputusan tersebut memungkinkan manager yang tanggung jawabnya overloaded mengurangi jumlah waktu yang di butuhkan untuk membuat keputusan. Para manager dari tingkat yang lebih rendah dalam study tersebut juga membuat lebih banyak keputusan yang otokratis pada saat rentangnya bertambah, namun mereka tidak menggunakan lebih banyak pendegelasian, mungkin karena pendegelasian kurangfeasible (layak) bagi mereka. Blankenship dan miles (1968) menemukan bahwa dengan meningkatnya rentang kendali, para managaer lebih banyak menyadarkan diri pada para bawahan untuk memperkrasai tindakan keputusan, dan kecenderungan tersebut lebih ditekankan bagi para manager tingkat atas dari pada bagi para manager tingkat bawah.
Pada saat besarnya kelompok tersebut meningkat, demikian pula beban kerja administratifnya. Para manager membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk melakukan hal-hal seperti membuat rencana, melakukan koordinasi, menyusun staf, dan membuat anggaran (cohen & march, 1974 hemphill 1950 katzell et al 1968). Peningkatan persyaratan koordinasi diperbesar jika para bawahan mempunyai tugas.
Yang sangat tidak pasti dan sangata saling tergantung. Terkadang bagian dari beban administrative yang meningkat dapat di delegasikan kepemimpin kedua, kekomite pengkoordinasian yang terdiri dari para bawahan, atau kepara spesialis pengkoordinasia yang baru yang yang bekerja sebagai asisten staf. Namun dalam banyak kasus, pemimpin tersebut diharapkan untuk menerima tanggung jawab untuk member arah dan mengintegrasikan kegiatan kelompok.
Para nabager dari kelompok yang besar memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk berinteraksi dengan masing-masing bawahan dan memelihara hubungan antara pribadi yang efektif dengan mereka (ford,1981), tersedia waktu yang lebih sedikit untuk memberikan dukungan, dorongan dan pengakuan terhadap setiap bawahan (goodstadt & kipnis 1970). Masalah mengenai bawahan cenderung akan ditangani dengan cara yang lebih normal dan netral dan para manager akan lebih cenderung (kipnis & koseptino 1969 kpnis dan lane 1962). Jika bawahan mempunyai masalah kinerja, pemimpin lebih kecil kecenderungannya akan memberikan intruksi dan pembimbingan secara perorangan.
Pada saat kelompok tumbuh menjadi lebih besar, kemungkinan akan tumbuh klik-klik dan golongan. Sub-kelompok tersebut sering bersaing untuk memperoleh kekuasaan dan sumber daya alam, menciptakan konflik dan mengancam solidaritas kerjasama tim. Jadi, pemimpin kelompok besar membutuhkan lebih banyak waktu untuk membangun identifikasi kelompok, mengembangkan kerja sama, dan mengelola konflik. Namun, tekanan untuk melakukan lebih banyak kegiatan administrative dalam kelompok besar dapat menyebabkan pemimpin tersebut mengabaikan kegiatan untuk mempertahankan kelompok hingga masalah serius timbul.
Interdepedensi lateral
Sejauh mana sejauh sub unit seseorang pemimpin tergantung pada sub unit lainnya dalam organisasi yang sama(“indepedensi lateral”) atau pada kelompok eksternal akan cukup bvanyak mempengaruhi prilaku pemimpin. Pada saat interpredensi dengan subunit lainnya meningkat. Koordinasi semakin menjadi penting namun juga menjadi lebih sukar bagi manager subunit untuk bersama-sama menyesuaikan rencana jadwal serta aktivitas (galbraith 1973 mintzberg 1979). Interdepedensi lateral merupakan ancaman bagi subunit tersebut karena kagiatan rutin harus lebih sering dimodifikasi agar dapat memenuhi kebutuhan subunit lainnya , yang mengakibatkan hilangnya otonomi dan stabilitas (hunt & Osborn 1982 sayles 1979). Penelitian mengenai pola kegiatan para manager menemukan bahwa hasilnya konsisten dengan gambaran tersebut. Saat interdependesi lateral meningkat, kegiatan eksternal pemimpin menjadi lebih penting, para manager lebih banyak menggunakan waktunya dalam interaksi lateral, dan merasa membangun hubungan kerja dengan kontak-kontak dibagian lain dari organisasi (hammer &turk 1987 kaplan 1986 kotter 1982 michael & yuki 1993,stewart 19676,1976, walker, mguest & ,turner 1956 yanouzas 1964 ).
Papra pemimpin dalam hubungan lateral meliputi fungsi-fungsi seperti mengumpulkan informasi dari subunit lainnya, memperoleh bantuan dan kerjasama dari mereka, melakukan negosiasi untuk memperoleh persetujuan, mencapai keputusan bersama untuk mengkoordinasi kegiatan unit, mempertahankan kepentingan unit, memperomosikan citra yang menguntungkan bagi unit, dan bertindak sebagai juru bicara bagi para bawahan. Sejauh mana pemimpin menekankan masing-masing kegiatan tersebut tergantaung pada sifat hubungan laeral tersebut. Misalnya, jika sebuah unit memberikan pelayanan berdasarkan permintaan kepada unit lainnya, perhatian utama pemimpin tersebut adalah bertindak sebagai penahan bagi para bawahan terhadap permintaan dari luar itu. (sayles 1979).
Pada saat pemimpin tersebut berusaha untuk mempertemukan permintaan dari atas dan dari bawah, penting juga untuk membuat kompromi dalam usaha mencapai persetujuan dengan unit lainnya, para bawan mengharapkan pemimpin tersebut akan mewakili kepentingan mereka, namun tidak mungkin mempertahankan hubungan kerja yang efektif dengan manager subunit lainnya. kecuali pemimpin tersebut juga tanggap terhadap kpemimpin mereka. Salancik et al(1975) telah melakukan study mengenai para manager dalam sebuah perusahaan asuransi untuk meneliti konflik peran yang demikian. Ia menemukan bahwa untuk mempertahankan usaha kerjasama, para manager yang mempunyai kegiatan kerja yang saling terkait cenderung untuk menjadi lebih tanggap terhadap kebutuhan masing-masing. Semakin banyak jumlah teman kerja dengan siapa seorang manager harus berhubungan secara teratur, semakin sedikit tanggapan managaer tersebut terhadap keinginan bawahan.
Situasi krisis
Jika sebuah kelompok mengalami tekanan yang kuat untuk melaksanakan tugas yang sulit atau untuk dapat bertahan dengan lingkungan yang jbermusuhan.
Situasi krisis
Jika sebuah kelompok mengalami tekanan yang kuat melaksanakan tugas yang sulit atau untuk dapat bertahan dalam lingkungan yang bermusuhan, harapan peran bagi pemimpin tersebut cenderung akan berubah dalam cara yang dapat di prediksi. Dalam keadaan demikian, para bawahan mengharapkan pemimpin tersebut akan lebih tegas, member petunjuk dan memberikan (halpin, 1954 mulder &stemerding 1963). Mereka melihat kepada pemimpin agar memperlihatkan inisiatif dalam mendefisinikan masalah, mengidentifikasi solusi, mengatur tanggapan kelompok terhadapkrisis tersebut, tetap member informasi kepada kelompok mengenai pristiwa yang terjadi. Misalnya, sebuah study yang dilakukan diatas kapal-kapal angkatan laut memperlihatkan bahwa para perwira angkatan laut menjalankan lebih banyak kekuasaan dalam situasi krisis, dan lebih kreatif, lebih otokratis, dan berirontasi tujuan (mulder, risetma van eck &de jong 1970). Paraperwira yang memperlihatkan inisiatif dan menjalankan kekuasaan dengan cara yang pasti dan percaya diri biasanya lebih efektif. Dalam sebuah study mengenai cara manager bankdi belanda, mulder, de jong, koppelaar, dan verhage(1986)menemukan bahwa konsultasi dengan para bawahan kurang digunakan dalam stuasi krisis dari pada dalam stuasi non kritis disbanding dengan para managaer yang kurang efektif, dan kurang cenderung menggunakannya dalam situasi krisis.
Tahap dalam daur hidup organisasi
Organisasi bergerak melalui daur hidup yang sama seperti organism biologis,
Dengan tahap kelahiran tahap pertumbuhan, tahap kejenuhan, dan tahap kemunduran atau tahap hidup baru (revitalisasi)(Quinn & Cameron 1983). Baliga dan hunt (1988)
Berpendapat bahwa dengan menguji jenis proses apa yang penting selama tiap-tiap tahap, kita dimungkinkan untuk mengedintifikasi tuntutan, kendala, serta pilihan akan perubahan kepemimpinan manajemen puncak.
PERUBAHAN SIFAT PEKERJAAN MANAJERIAL
Pekerjaan manajerial telah diubah olah berubahnya tren perekonomian, politik, dan kemasyarakatan (Dess & Picken, 2000). Tren menuju globalisasi terus semakin cepat karena menguatnya kompetisi asing, pasar luar negeri menjadi lebih penting dan lebih banyaknya perusahaan yang menjadi perusahaan muntinasional atau berpartisipasi dalam usaha bersama lintas Negara. Tanggung jawab menajerial makin melibatkan permasalah internasional, dan para manajer harus mamapu memahami, berkomunikasi dan mempengaruhi orang dari budaya berbeda. Keragaman budaya tenaga kerja didalam organisasi juga semakin meningkat, untuk membangun hubungan kooperatif, dibutuhkan empati yang cukup besar, rasa saling menghormati dalam keragaman, dan memahami nilai, keyakinan, dan sikap orang yang datang dengan budaya yang berbeda.
Teknologi baru saja mengubah sifat pekerjaan dan membuat mungkin informasi yang lebih rincidan tepat waktu kepada siapa saja yang membutuhkannya. Namun, meningkatnya informasi tentang operasi dan lingkungan organisasi dapat menjadi keuntungan dan kerugian. Membutuhkan rasa obyektif dan prioritas yang jelas dan ketrampilan kognitif yang kuat untuk mengatasi kebanjiran informasi dan memahaminya. Selanjutnya, karena komunikasi elektronik menjadi makin penting, para pemimpin akan harus menyesuaikan perilaku mereka agar sesuai dengan tegnologi yang baru tersebut.
Perubahan sifat organisasi menyajikan tantangan lainnya lagi, banyak organisasi yang dibuat desentralisasi menjadi unit organisasi yang lebih kecil dan semi-otonomi, dibuat mendatar strukturnya dengan menghilangkan lapisan manajemen menengah, atau direstrukturisasi berdasar tim-tim yang prosuksi yang mencakup sejumlah lini fungsional atau geografis. Dalam organisasi yang berbasis tim, terdapat lebih banyak kepentiangan bersam, dan tanggung jawab kepemimpinan senantiasa berubah dalam cara yang penting. Sebagai contoh, para pemimpin tim diharapkan untuk menjadi lebih pembimbing (coach) dan fasulitator dan tidak terlalu menjadi pengatur (director) dan penggendali.
Tren lainnya adalah meningkatnya ketergantungan keapda pemasok, konsultan dan kontraktor dari luar yang menyediakan persediaan, bahan, atau jasa-jasa yang dibutuhkan dalam waktu yang tepat. Dalam kasus yang ekstrim, perusahaan yang terintegrasi secara vertical yang melakukannya segala sendiri telah digantikan oleh organisasi “virtual” yang “melakukan outsourse” sebagian besar aktifitasnya (misalnya: produksi, administrasi penggajian dan tunjangan, jasa hokum, pemasaran). Para pemimpin dalam organisasi baru ini diharapkan untuk lebih berfungsi sebagai wirausahawan dari sebagai manajer tradisional. Mereka harus mengindentifikasikan kesempatan strategis,menegosiasikan usaha bersama dengan organisasi lain, membangun aliansi strategis dan mengkoordinasikan aktifitas yang saling bergantung dalam lusinan lokasi yang tersebar diseluruh dunia.
BERAPA BANYAK KEBIJAKSANAAN YANG DIMILIKI MANAJER
Penelitian situasional memberikan bukti yang kuat bahwa aspek situasi mempengaruhi pola kegiatan dan isi perilaku para manajer. Sebuah posisi manajerial menuntut berbagai hal kepada orang yang menjabatnya, dan tindakan pemegang jabatan itu menghadapi kendala berupa undang-undang, kebijakan, tradisi, dan lingkup kewenangan formal. Walau terdapat tuntutan dan kendala tersebut, beberapa pilihan mengenai perilaku masih tetap ada, khususnya yang berhubungan dengan aspek apa yang ditekankan dari pekerjaan itu, berapa banyak waktu yang digunakan untuk berbagi kegiatan, serta berapa banyak waktu yang digunakan untuk berhubungan dengan bermacam orang. Penelitian memperlihatkan bahwa bahkan untuk para manajer yang mempunyai tugas yang sama, terdapat cukup banyak perbedaan perilaku (James & White, 1993; Kotter, 1992; Stewart, 1976, 1982) misalnya, Stewart menemukan bahwa beberapa manajer bank menekankan supervise staf, sedangkan yang lainnya mendelegasikan sebagian besar dari manajemen internal ke assiten manajer yang berkonsentrasi pada pencarian bisnis yang baru secara aktif.
Sebagian, keanekaregaman perilaku dalam pekerjaan yang sama terjadi karena adanya dimensi presentasi kerja yang majemuk. Dalam batas-batas yang dipaksakan berdasar prioritas oleh tingkatan manajemen yang lebih tinggi, seseorang dapat memilih untuk mengerahkan lebih banyak usahanya kesejumlah tujuan tertentu disbanding tujuan lainnya.
Keanekaragaman dalam pekerjaan yang sama juga disebabkan oleh cara manajer menangani konflig tentang peran. Harapan peran bagi pemimpin jarang sekali mutlak atau komprehensif, dan pemimpin biasanya mempunyai kebijaksanaan yang cukup besar untuk membentuk perannnya sendiri setelah beberapa waktu. Jika diberi waktu yang cukup, pemimpin yang terampil akan mampu menyesuaikan persyaratan peran yang awalnya tidak cocok. Para pemimpin yang mempunyai rekor pengambilan keputusan yang berhasil dan loyalitas kepada organisasi diberi lebih banyak kebebasan untuk mendefenisikan kembali perannya dan meprakarsai inovasi. Tetapi, fleksibilitas tersebut akan lebih besar bagi harapan peran yang tidak menyangkut nilai-nilai sentral yang mempunyai arti simbolis yang penting bagi para anggota organisasi (Biggart & Hamilton, 1984)
KETERBATASAN PENELITIAN DESKRIPTIF
Kebanyakan penelitian mengenai pola komunikasi dari para manager adalah penelitian lama, dan harus dilakukan kembali bagi organisasi modern yang memiliki media komunikasi jenis baru. Interaksi sangat dipengaruhi oleh teknologi baru seperti telepon, internet dll.
Kebanyakan penelitian observasi mengenai sifat pekerjaan manajerial, bukan dirancang untuk menjelaskan pola dan isi yang khas dari kegiatan manajerial, bukan untuk menjawab secara langsung pertanyaan mengenai pola kegiatan atau pola perilaku mana yang perlu dan efektif. Mengetahui bahwa banyak manajer melaksanakan pekerjaan tertentu tidak menceritakan kepada kita apakah hal itu penting sekali bagi efektifitas manajerial. Bahkan hasil penelitian situasional tersebut dapat menyesatkan. Pola perilaku yang paling lazim dalam jenis pekerjaan atau situasi manajerial tertentu tidak berarti menjadi paling efektif.
Study tentang deskripsi tugas para manajer mengukur persepsi manajer mengenai pentingnya berbagai kegiatan serta tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Penelitian mengenai deskripsi tugas tersebut digunakan untuk mengindentifikasikan kesamaan dan perbedaan persyaratan ketrampilan bagi berbagai jenis kedudukan manajerial. Tujuan utama penelitian itu adalah untuk mempermudah pengembangan system kompensasi, prosedur seleksi, serta prosedur penilaian kienrja, bukan untuk menentukan bagaimana hubungan perilaku manajerial dengan criteria efektivitas manajerial. Penilaian mengenai peringkat kepentiangan yang dibuat oleh banyak manajer bisa saja berat sebelah (bias) oleh stereotype yang dirasakan bersama atau oleh teori-teori implicit tentang pemimpin yang efektif. Sampai saat ni hanya terdapat sedikit bukti yang memperliahatkan bahwa kegiatan dan perilaku manajerial yang dinilai penting adalah yang juga berhubungan dengan criteria mengenai efektifitas manajerial.
Studi deskriptif lainnya menganalisis dari wawancara dengan para manajer yang sudah ditentukan dari awal bahwa mereka adalah manajer efektif (Kanter, 1982; Kotter & Lawrence, 1974), atau dengan para manajer dari organisasi yang ditunjuk sebagai organisasi yang efektif (Peters & Ausin, 1985; Peters & Waterman, 1982). Pada peneliti tersebut mencoba untuk menemukan pola-pola perilaku atau tema umum yang dapat menjelaskan mengapa para manajer/atau organisasi itu efektif. Namun, studi itu tidak membandingkan para manajer yang efektif itu dengan para manajer yang tidak efektif. Wawasan yang lebih lebih dapat diandalkan akan didapatkan jika para peneliti membandingkan pola perilaku untuk menejer yang efektif dan tidak efektif daru jenis yang sama dan secara eksplisit meneliti hubungan dari pola perilaku manajerial dengan persyaratan dari situasi pekerjaan manajerial.
Kegiatan manajerial dapat dijelaskan berdasarkan 4 proses yaitu:
1. Mengenbangkan dan memeprtahankan hubungan
2. Memperoleh dan memberi informasi
3. Membuat keputusan
4. Mempengarui orang.
Proses tersebut saling terkait di antara berbagai kegiatan manajer, dan setiap kegiatan khusus mana saja dapet menyangkut dia proses atau lebih. Tumpang tindih yang dihasilkan kategori-kategori tersebut.
APLIKASI BAGIPARA MANAJER
Walaupun kebanyakan enelitian deskriptif tentang kegiatan manajer tidak dirancang untuk menghubungkan pola-pola kegiatan dengan efektifitas persaratan pekerjaan manajerial. bagian ini meringkas beberapa pedoman pedoman tersebut adalah pola dan tema yang diperoleh dari penelitian penelitian deskritif yang menjelaskan, dan wawasan para praktisi, bukan dari hasil praktisi, bukan hasil dari penelitian yang dirancang untuk menguji dalil-dalil tentang prilaku pemimpin yang efektif. Pedoman untuk menggunakan waktu secara bijaksana akan di sajikan lebih dulu, diikuti dengan pedoman untuk pemecahan masalah.
Pedoman Untuk Mengelola Waktu
Tabel 2-3 meringkaskan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh para manajer agar dapat menggunakan waktu secara bijaksana, mengatasi tuntutan, dan menangani konflik peran.
Memahami alasan tuntutan dan kendala
Adalah penting untuk mengetahui bagaimana orang lain merasakan peran manajer dan apa yang mereka harapakan. Persepsi mengenai tuntutan dan kendala mau tidak mau akan menyangkut penilaian yang subyektif, namun banyak manajer gagal untuk mengambil waktu yang dibutuhkan untuk mengambil informasi yang cukup dimana atas dasar tersebut, manajer dapat melakuka penilaian. Jangan mengasumsikan bahwa semua orang setuju dengan visi, persepsi atau ide mereka mengenai manajer yang efektif. Sebelum seorang manajer dapat memuaskan orang –orang tersebut, atau memodifikasi harapan mereka, ia harus memahami apa yang sebetulnya mereka ingin . mengerti tentang harapan peran berarti membutuhkan seringnya interaksi tatap muka, mengajukan pertanyaan, mendengarkan orang lain bukannya terus menerus berkotbah, peka terhadap reaksi negative (termasuk gelagat non verbal), dan mencoba untuk menemukan nilai dan kebutuhan yang mendasari opini dan pilihan seseorang.
Mengembangkan jumlah pilihan
Terlalu banyak manajer yang berfokus pada tuntutan dan gagal memberikan perhatian yang cukup terhadap peluang-peluang untuk mendevinisikan pekrjaan dari berbagai cara. Adalah penting untuk melangkah kebelakang dari pekerjaaan tersebut dan melihatnya dalam perspektif yang lebih luas. Bagi sebagian besar manajer, biasanya untuk bersikap proaktif yang lebih luasbagi sebagian besar manajer, biasanya mungkin untuk bersikap proaktif dengan atasan manajer mengenai pendefinisian pekerjaan itu dengan cara yang dapat memberikan kesemparan untuk membuat kebijaksanaan yang lebih banyak, khususnya jika telah terdapat ambiguitas (dua arti) peran yang disebabkan oleh tanggung jawab yang tidak di definisikan dengan baik. Pilihan dapat diperluas dengan menemukan cara-cara untuk menghindari tuntutan untuk mengurangi kendala. Penyusunan rencana dan agenda seorang manajer harus memasukkan analisis yang sadar mengenai tuntutan dankendala yang membatasi efektivitas yang sekarang , dan bagaimana tuntutan dan kendala itu dapat dikurangi, dihilangkan atau dihindari.
Menentukan apa yang ingin anda capai
Waktu seorang manajer merupakan suatu sumber daya langka yang harus digunakan dengan baik agar manajer tersebut bisa menjadi efektif. Kunci dari manajemen waktu yang efektif adalah mengetahui apa yang ingin anda capai. Seseorang yang memiliki sejumlah tujuan dan prioritas yang jelas dapat mengidentifikasikan kegiatan yang penting dan merencanakan cara terbaik untuk menggunakan waktu ; tanpa tujuan yang jelas, berapa banyakpun perencanaan yang dibuat tidak akan memperbaiki manajemen waktu. Tujuan dan prioritas tersebut dapat informal, sepertihalnya agenda mental dari kotter (1982), namun tujuan dan prioritas itu perlu diidentifikasikan melalui proses yang disengaja dan sadar.
Menganalisis bagaimana anda menggunakan waktu anda
Memperbaiki manajemen waktu adalah sulit tanpa mengetahui bagaimana sebetulnya waktu itu di gunakan. Sebagian besar manajer tidak mampu memperkirakan dengan akurat seberapa bnyak waktu yang mereka gunakan untuk beberapa aktivitas berbeda. Sebagian besar system manajemen waktu menyarankan pembuatan log harian atas ktivitas yang akan dilaksanakan selama satu atau dua minggu.log tersebut harus menyebutkan setiap aktivitas dalam blok waktu 15 menit. Hal ini berguna untuk menunjukan sumberkendali atas setiap aktivitas (misalnya, diri sendiri, atasan, bawahan, orang lain,persyaratan organisasi)dan apakah persyaratan tersebut telah direncanakan sebelumnya atau merupakan reaksi segera atas permintaan dan masalah. Orang-orang yang membuang buang waktu harus dicatat dalam log (masalnya, intrupsi yang tidak perlu, pertemanan yang lang sung terlalu lama, mencari benda yang salah letak). Log / catatan waktu itu harus di analisa untuk mengidentifikasikan seerapa penting dan berartinya setiapaktifitas itu.perhatikan apakah aktifitas itu dapat di hilangkan, dikombinasikan dengan aktivitas lainnya dan apkah aktivitas yang penting dan tidak mendesak.
Merencanakan kegiatan harian dan mingguan
Dalam literature yang luas mengenai manajemen waktu yang berorientasi ke para praktisi, terdapat cukup bayak kesepakatan mengenai pentingnya perencanaan dimulai terhadap kegiatan harian dan mingguan (missalnya, webber,1980).saat merencanakan kegiatan harian, langkah pertama adalah membuat daftar apa yang harus dilakukan untuk hari tersebut memberikan prioritas ke tiap aktivitas.daftar prioritas tersebut dapat digunakan dengan kalender yang memperlihatkan dengan kalender yang memperlihatkan pertemuan yang dibutuhkan dan janji yang direncanakan untuk merencanakan hari esok.
Menghindari aktivitas yang tidak diperluka
Beberapa manajer terlalu di bebani dengan tugas yang tidak penting karena mereka takut menyinggung perasaan para bawahan, rekan sejawat, atau atasan dan mereka tidak mempunya rasa percaya diri dan ketegasan menolak pimpinan. Salah satu cara menghindari tugas yang tidak perlu adalah dengan menyiapkan perkataan yang prakts dengan mengatakan tidak (musalnya; mengatakan bahwa anda hanya dapat melakukan tugas tersebut jika orang itu melakukan pekerjaan tertentu untuk anda. Sarankan orang lain yang dapat melakukan tugfas tersebut dengan lebih cepat dan lebih baik.
Mengatasi penundaan
Alasan atas penundaan adalah takut kegagalan. Alasan orang menunda tugas adalah kurang percaya diri. Membagi dengan bagian bagian kecil itulah cara yang yang paling mudah untuk mengatasi penundaan.
Jadwalkan pada awal hari untuk memulai mengerjakan tugas yang kurnag menyenangkan yang cenderung tertunda. Tugas demikian akan lebih mungkin diselesaikan jika ditangani lebih dulu sebelum arus permintaan harian memberikan alasan untuk menghindari tugas tersebut.
Mengambil keuntungan dari aktivitas yang reaktif
Sifat lingkungan yang tidak dapat diproduksi membuat penting untuk memandang petemuan yang kebetulan terjadi, intrupsi dan pertemuan yang tidak direncanakan yang di prakarsai oleh orang lain bukan hanya sebagai gangguan terhadap kegiatan yang direncanakan, namun yang sebagai peluang untuk memperoleh informasi penting, menemukan masalah, mempengaruhi orang lain, dan maju untuk menerapkan rencana dan agenda informasi. Kewajiban yang mungkin membuang waktu, seperti keharusan untuk hadir pada pertemuan dan pristiwa seremonial tertentu, dapat di ubah menjadi keuntungan bagi manajer tersebut.
Menyediakan waktu untuk membuat perencanaan reflektif
Menyediakan waktu untuk membuat perencanaan reflektif membutuhkan manajemen waktu yang teliti. Sebuah pendekatan yang digunakan adalah dengan menyisakan sebagian dari waktu pribadi (palingtidak satu sampai dua jam) untuk membuat perencanaan indifidu. Pendekatan lainnya adalah dengan membuat jadwal sesi setrategi priodik dengan para bawahan atau gugus tugas , dan menjadwalkan pertemuan teratur dengan individu atau kelompok untuk meninjau rencana dan kemajuan.
Mengidentifikasi permasalahan penting yang dapat diselesaikan
Masalah yang ada selalu lebih banyak jumlahnya daripada yang dapat diselesaikan oleh manajer. Untuk mengatasionya haruslah kita memprioritaskan masalah yang terpentingdulu agar dapatdiselesaikan dan menghasilkan permasalahan yang lebih evisien.
Mencari hubungan antar permasalahan
Pandangan yang lebih luas atas permasalahan memberikan wawasan yang lebih baik untuk memahami factor itu.dengan menghubungkan permasalahn ke permasalahan yang lainnya dan ketujuan setrategis informal, manajer akan lebih cenderung lebih menganalisa kesempatan untuk melakukan tindakan yang berkontribusi terhadap solusi atas beberapa permasalahan yang berhubungan pada waktu yang sama.
Bereksperimen dengan solusi inovatif
Paramanajer yang evektif lebih bersedia untuk melakukan eksperimen secara aktif dengan beberapa pendekatan inovatif untuk mencakup masalah. Dengan adanya demikian bukan berarti manajer tersebut yakin itulah satusatunya cara yang terbaik akan tetapi mengambil tindakan yang terbatas itu satusatunya cara untuk mengembangkan pemahaman yang memadai.
RINGKASAN
Penelitian deskriptif menemukan bahwa pada dasarnya pekerjaan manajerial adalah kacau, bervariasi, rekatif dan tidak teratur dan politis. Interaksi lisan yang singkat lebih mendominasi dan banyak diantaranya menyangkut orang yang berada du luar unit kerja yang dekat dengan manajer maupun rantai komando. Proses penganbilan keputusan sangat politis, dan kebanyakan berasal dari perencanaan yang bersifat informatif dan adaptif.
Beberapa penelitian deskriptip tersebut telah meneliti perbedaan dalam perilaku yang berhubungan dengan aspek situasi manajerial. Penelitian komparetif mengenai manajer dalam berbagai situasi memperlihatkan berbagai aspek lainnya tentang situasi yang mempengaruhi perilaku manajerial, termasuk tingkatan manajemen, besarnya unit organisasi. Pekerjaan manajerial sedang diubah dengan mengubah tren social seperti globalisasi, keragaman tenaga kerja, kecepatan langkah perubahan teknologi dan munculnya bentuk-bentuk organisasi baru.
Pada umumnya, penelitian deskriptif menyarankan bahwa pekerjaan manajerial meliputi empat jenis kegiatan yaitu:
1. Mengenbangkan dan memeprtahankan hubungan
2. Memperoleh dan memberi informasi
3. Membuat keputusan
4. Mempengarui orang.
Proses tersebut saling terkait di antara berbagai kegiatan manajer, dan setiap kegiatan khusus mana saja dapet menyangkut dia proses atau lebih. Tumpang tindih yang dihasilkan kategori-kategori tersebut
Subscribe to:
Posts (Atom)